Para kader  adalah relawan. Dilatih untuk mengenali tanda-tanda kesakitan awal dan memberikan semacam pertolongan pertama. Pengobatan "tanggap darurat".
Kalau ada anak balita batuk atau diare atau  demam, mereka bisa memberikan obat. Cara dan jenis obatnya diajarkan. Itulah yang dilakukan dalam pelatihan penyegaran di atas. Supaya para kader tidak lupa. Perlu dilatih rutin. Berulang-ulang. Supaya diingat terus.Â
Di sinilah lembaga seperti WVI dan Unicef mengambil peran besar. Yakni mendampingi para kader serta memberi pelatihan yang rutin, sebulan atau dua bulan sekali.
Tetapi kalau kondisi si sakit agak parah, para kader juga diajari untuk segera  "merujuk"nya ke Puskesmas di pusat distrik. Biasanya di Puskesmas ada dokter. Atau tenaga kesehatan lain seperti perawat dan bidan. Atau membawanya ke RSUD di Wamena.
=000=
Yosina salah satu kader relawan tadi. Ia digaji Rp 200 ribu perbulan.
"Dulu kami ada 5 orang. Tetapi karena gaji kecil, mereka mundur. Tinggal saya sendiri sekarang," kata Yosina yang berharap diangkat sebagai PNS oleh pemerintah.
 "Saya kunjungi ibu hamil atau yang sedang menyusui sebulan sekali. Kalau berat badan anaknya kurang, saya minta ikut posyandu karena di situ ada pemberian makanan tambahan," jelasnya.Â
Yosina juga mendampingi ibu hamil melakukan pemeriksaan di Puskesmas minimal tiga kali selama masa kehamilan berlangsung.
"Satu kali antara satu sampai tiga bulan kehamilan, yang kedua antara 3-6 bulan dan yang ketiga waktu mendekati kelahiran," kata dia.
Yosina juga mengajari para ibu untuk menghitung sendiri usia kehamilan mereka.