Beberapa tahun lalu, saya pernah "belanja" bahan penulisan selama dua minggu di kawasan Wamena, Jayawijaya, Papua. Temanya terkait Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M). Ada 12 kisah tentang upaya menanggulangi penyebaran berbagai penyakit menular dari ibu ke anak di sana. Antara lain tentang Air Susu Ibu (ASI) seperti kisah di bawah ini.
=000=
"Bapak, saya tambah sedikit wawancara yang kemarin. Saya mau kasih jelas soal kolustrum."
Yosina Tabuni (41), minta diwawancarai lagi.
Yosina hanya lulus SMP Asologaima 2 di Perabaga, Jayawijaya, Papua. Kepada saya ia menjelaskan tentang kolustrum yakni air susu pertama yang keluar setelah seorang ibu melahirkan. Kolustrum berwarna kekuning-kuningan dan mengandung banyak protein,karbohidrat dan antibodi.
"Wajib kasih sama bayi begitu ibunya sudah bisa menyusui," ujar Yosina.
Namun di kampungnya, ada kebiasaan ibu-ibu membuang ASI pertama karena dianggap sebagai air susu "kotor".Â
"Mereka peras dan buang di atas batu panas seperti kebiasaan nenek-moyang," kata Yosina. Â Perempuan yang tidak mengikuti kebiasaan nenek moyang dianggap melawan budaya.
=000=
Yosina adalah kader kesehatan dari Kampung Wugari, Distrik Yalengga, Kabupaten Jayawijaya. Saya menjumpainya di Wamena. Yosina bersama 16 kader lainnya sedang mengikuti penyegaran Home-Based life Saving Skills (HBLSS)untuk Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Diselenggarakan oleh  lembaga Wahana Visi Indonesia (WVI). Bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya. Penyegaran dilakukan  di Sanggar Latihan Silimo Siloam, Wamena. Sanggar ini milik sebuah tarekat biarawati. Dari sini kita leluasa melihat pesawat naik dan turun di Bandara Wamena.