Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumaninah Paling Serius

13 Juli 2022   18:00 Diperbarui: 13 Juli 2022   18:04 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, jika sangkut paut akan keimanan hadir di sana, maka bersyiarlah. Jika tak cukup berkuasa, maka berdoalah akan kelurusan jalan bagi mereka,” Akal menuai pahamnya.

Apa yang dituturkannya ada benarnya. Mungkin mereka berada dalam situasi yang menjorok ke bid’ah, namun apa dayaku? Tak mampu memberikan perubahan yang berarti, bahkan akan dianggap sombong dan menentang budaya yang terserondong melekat. 

Maka, hanya Allah sebagai penentu terbaik, yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Ah, naif sekali diriku yang mulai memedulikan mereka dibandingkan nistanya pribadi. Mohon maaf.

***

Sang surya menyapa dengan indah, kala rembulan masih sedikit menampakkan kegagahannya mentakhtai langit malam. Walau sesaat lagi, rezimnya akan tergantikan oleh baskara, raja di waktu siang. Pawana sejuk masih menyelimuti kulitku, sembari menggoda bulu roman untuk bangun dan berdiri. Sodiq masih pulas dengan tidurnya, bahkan aku sudah terbangun. Seusai subuh terlaksana, kami memutuskan untuk tidur kembali.

Kakiku kembali melangkah menuju tempat terjadinya peristiwa yang cukup mencekam di malam terakhir. Bangunan tua, berukuran kecil, berbentuk petak, sehingga menyisakan sedikit tempat untuk dibangun serambi, bahkan langsung bersebelahan dengan tempat wudhu yang berlumut. 

Ternyata, pemandangan musala ini di pagi hari tidak terlalu buruk. Warna krem cerah yang mendominasi memantulkan pancaran epik sang baskara. Bersahabat dengan aksen biru muda lembut di beberapa ornamen menambah nilai estetik pada bangunan reyot ini.

Terima kasih, musala. Kalut, sendu, berujung terang telah tuntas engkau prakarsai. Karenamu, aku dapat memahami makna riil dari tenggang rasa di dalam kehidupan bermasyarakat.

“Rak, ayo berangkat!” ajak Sodiq melambaikan tangannya ke arahku. Tak kusangka, cepat sekali ia mandi. Kukira ia masih akan tertidur hingga aku pulang nanti. Tapi tak mengapa.

Tanpa menunda terlalu lama, aku segera menghampirinya. Orangtua dan nenek Sodiq sudah bersiap untuk saling melepas. Ayah Sodiq masih sibuk dengan pemanasan mesin mobil. Tak lama kemudian, kami masuk ke dalam. Dari kedatangan kami di hari yang lalu, skenariumnya tak banyak berubah. Bahkan kerbau kolot itu masih mengunyah rerumputan di sampingnya.

Pada akhirnya, kami kembali meroda, menyusuri jalan beraspal rapi Kabupaten Pati. Dengan tujuan Kendal, tempat Sodiq bermukim, setidaknya aku bisa menunggu kedatangan travel di sana. Terima kasih, Pati. Engkau laksana menjelma guru terbaik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun