Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumaninah Paling Serius

13 Juli 2022   18:00 Diperbarui: 13 Juli 2022   18:04 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Allahu Akbar.”

“Sami’a Allaahu liman hamidah.”

“Allahu Akbar.”

Aba-aba kilat sang imam buatku terperanjat. Sengkarut di pikiran, membawa keriput di wajahku. Ditambah dengan bocah-bocah tunak yang bersimpang siur di atas kiblatku. Ya Allah, renjana ingin mengakhiri ketidak sopanan ini. Apa boleh buat, hanya sujud ini yang bisa kuterima indah khidmatnya. 

Ah, jikalau aku memilih untuk pergi meninggalkan jamaah dan mendirikan salat sendiri, apakah kumasih dianggap memenuhi etiket keimanan dan kesopanan di mata mereka? Teramat sulit, kuindahkan saja sampai salam.

Salat tarawih, tiada perbaikan yang begitu signifikan. Malah semakin cepat dan laju bacaan imam dan transisi antar rakaatnya. Astaghfirullahaladzim, ya Allah. Padahal malam yang engkau janjikan untuk menutupi muram dan letih begitu panjang tersedia, bahkan kezaliman manusia pun merombaknya menjadi waktu beranarki akan canda dan tawa. 

Lantas, mengapa tak tebersit setiitk niat untuk mencoba sedikit khusyuk dalam ibadah tahunan ini? Aku tak mengerti.

Tujuh menit berlalu penuh akan rasa gundah gulana bertamu dalam benak. Kala kami mengucap zikir bersamaan, sengaja aku melipat gandakan kalam permohonan ampun kepada-Nya. Berusaha memaklumi perkara yang kadung mengakar di masyarakat layaknya kini. 

Kurasa, hierarki yang kami anut masih sekadar awam, namun tetap saja, perihal ini harus cergas diluluhlantakkan. Daripada harus merebak sampai pada zurah setelahnya.

“Silakan ambil nasi berkat yang tersedia di meja sebelah ya,” sahut sang imam kepada para jamaah yang menyimak.

Anak kecil, orangtua, semuanya berlomba-lomba untuk mengambil bungkusan nasi yang sudah terkumpul di sudut masjid sana. Bak ayam kelaparan mereka saling berebut berkat, bahkan ada beberapa. Sodiq melirik kearahku, sementara aku masih terpaku akan keanehan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun