Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumaninah Paling Serius

13 Juli 2022   18:00 Diperbarui: 13 Juli 2022   18:04 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Primitif sekaligus udik, seakan-akan sudah puluhan tahun menahan lapar, celoteh otakku. Padahal, ingar bingar terburu-buru itu adalah salah satu sifat syaithan bukan?

“Rak, pulang yuk!” ajak Sodiq menarik lenganku, aku pun setuju. Saatnya kembali mengekor kepada Sodiq yang setia dibuntuti.

Di atas perjalanan pulang, namun kalut bersikukuh untuk berinang. Kadung menjadi ranum atas menyimpangnya kemantapan suatu hukum. Yang benar saja, rukun salat bak terbunuh oleh laku buruk mereka, buatku sendu, seraya berkabung terlalu dalam. Seperti pakar psikis pada umumnya, Sodiq mampu menerka raut heranku. Menurutnya, aku sangatlah konyol.

“Kenapa, Rak?”

“Nggak tahu. Bingung aja, ternyata masih ada daerah yang belum terjamah akan syiar lurus agama,” tukasku sedikit tenang. Sodiq membiarkan, aku kembali melilau ke sekeliling. “Apa pendapatmu setelah melihat hal barusan?”

“Kalau menurut pandangan setiap orang, akan banyak sekali ditemukan sesuatu yang menjadi kontra dengan perspektif kita, Rak. Terggantung apa yang kita anut, apa-apa yang mereka anut. Kalau menurut pandanganku sih, tidak terlalu menjadi masalah selama masih berlandaskan akan asas yang kuat, dan itupun selama bacaannya tidak ada yang menyimpang,” jelas Sodiq.

“Lah, tadi jelas banget amburadulnya bacaan imam. Gimana dong?” balasku cepat, menukik penjelasannya.

“Benar juga sih, tapi ya mau bagaimana lagi, Rak?” tukasnya tak menahu dan kami sampai di pelataran Joglo milik nenek Sodiq. Segera bersiap untuk merehatkan diri, sebelum keesokan harinya kami kembali meroda.

Pukul 11.00 malam, sedang aku masih kuat terjaga. Entah mengapa, mataku tak kuasa berpejam barang beberapa menit, ingin rasanya mengulik kembali polemik yang masih bersimpang siur di pikiran. Hei, masalah ini melibatkan rukun salat yang jika diabaikan walau satu hal, dampaknya akan berpengaruh besar tehadap salat seorang muslim. Lantas, apakah ini dapat menjadi bid’ah dholalah?

“Coba ingat kembali, apa yang pernah Abah Nasih tuturkan kepadamu, Rak! Tentang gentingnya masalah kemunduran Islam. Salah satu faktornya adalah ketiadaan tenggang rasa bukan?” ujar Akalku. Membawaku menuju palung pikiran yang paling dalam.

“Salat qunut, tidak qunut, telunjuk kanan disekap, telunjuk kanan ditegakkan, telunjuk kanan diayunkan, basmalah dijahr, bahkan tidak, selagi masih beriman kepada Allah, maka kita harus menjalin toleransi yang kukuh. Selagi tidak mengusik keimanan, kita tetap bertenggang rasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun