"Kalau itu istilah yang kamu pilih, okelah. Da emang cocok, mau gimana."
"Mau contoh lagi? Kali ini, yang rada ekstrim, heh heh heh." Senyum sang profesor yang aneh membuat beberapa peserta bergidik. Mereka - mereka yang berpengalaman seminar dengan narasumber sang profesor paham arti senyuman itu.
"Kita mundur sedikit, sekitar 11 sampai 12 abad, di rentang abad ke 5 sampai ke abad 17, di Eropa, tepatnya. Gereja, lebih tepatnya Gereja Katolik Roma, memegang kekuasaan di dataran Eropa secara ketat dengan tangan besi secara tidak langsung."
"Maksudnya tidak langsung bagaimana, Prof?" Seorang mahasiswi angkat tangan.
"Jurusan apa kamu?" Tanya sang profesor.
"Sejarah Zaman Medieval, Prof."
"Lagi ambil mata kuliah apa?"
"Sejarah Politik Dari Masa Ke Masa."
"Syarat pengangkatan seorang raja pada zaman medieval di Eropa apa?"
"Harus berhasil membuktikan lineage, atau bloodline, kemampuan, dan..."
Si mahasiswi terdiam.
"Tepat sekali." Sang profesor menggeleng. "Ia butuh approval dari Gereja Katolik Roma, yang akan memberikan persetujuan lewat Uskup Agung, atau Archbishop region itu untuk mengokohkan takhtanya.
Secara tidak langsung, kalau sang calon raja tidak sesuai dengan selera Vatikan...ya, out lah dia. Simple."
Ia berjalan di sekitar podium.
"Itu bicara politik. Sekarang ke ranah HAM-nya. Ada yang tahu apa yang spesial tentang tahun 1999, atau 2000? Berarti...sekitar 30 tahun yang lalu?"
Seorang mahasiswa yang duduk di atrium Sejarah mengangkat tangan.
"Permintaan maaf Paus Yohanes Pauus 2 kepada dunia?"
"Tepat sekali. Nah, kenapa?"
"Sepanjang zaman kegelapan sampai setidaknya... zaman Reanissance, di Eropa, Gereja Katolik Roma melakukan banyak sekali pelanggaran HAM. Perang Salib atas nama pengklaiman Yerusalem. Inkuisisi di berbagai negara. Malleus Maleficarum yang menelan korban perempuan sampai 5 juta lebih, yang sejarah harusnya lebih paham ini. Dan Conquistador juga, kalau kalian menganggap pembiaran adalah dosa juga. Itu lembaran sejarah yang amat hitam yang tercatat. Kaga tau tah kalo masih ada lagi. Pasti banyak sih."
Ia menarik napas sambil mengangkat bahu.
"..Nah, apa it menjawab, nak?"