Mohon tunggu...
Aleksandr I
Aleksandr I Mohon Tunggu... Mahasiswa -

"Para penyambung lidah bernubuat palsu dan para wakil mengajar dengan sewenang - wenang, serta yang diajar menyukai yang demikian! Tapi apa yang akan mereka perbuat, apabila datang endingnya?"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

'Dekadensi Sistem'

28 April 2017   19:44 Diperbarui: 28 April 2017   19:46 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebelumnya, ke mana mereka!? Korea! Ke mana lagi!? Semenanjung Indochina! Cari medan lagi!? Benua Afrika tuh! Tau tau nongol dah di Amerika Latin sama Afganistan! Eh, tiba - tiba muncul di Jazirah Arab atas nama WMD! Padalah kaga ada sebiji pun tuh misil antar benua!" Suaranya meninggi seiring jawaban yang keluar. Akupun hanya bisa mengeluarkan napas singkat. Review sejarah lagi dah.
"..Sekarang saya tanya lagi. Bisa ga tuh para demonstran yang teriak - teriak meyakinkan mereka untuk tobat?"

"Eh..engga?" Ia menjawab dengan sedikit ketakutan tercium.

"Tepat sekali." Sang profesor menarik napas. "Untung bener jawabnya." Tawa kembali keluar.
"Mark Twain pernah bilang 'If voting changes everything, they wouldn't let us do it.'
Artinya apa?
Mereka sengaja izinkan voting karena tahu itu tidak akan merubah apa - apa! Setidak - tidaknya tidak sampai mereka yang tidak menginginkan perubahan itu dienyahkan! Saya yakin kamu lebih tahu siapa mereka yang saya maksud.
Salah satu bentuk superioritas adalah pemaksaan kehendak dimana kamu tidak berdaya untuk melakukan sesuatu, atau kalaupun kamu mampu dan bisa melakukan sesuatu, itu tidak akan merubah apa - apa."

Sang mahasiswa terus mencatat dari tadi seperti kerasukan, sambil mengelap keringat dingin yang mengucur keluar.

"Nah, sekarang saya tanya. Pelaku penyelewengan itu sendiri siapa, sih?"

"Umm... Pelaku.... Orang internal sistem itu sendiri?"

"Bagus. Nah, kenapa?"

"..Rasa sekarah? Keinginan yang berlebih? Superioritas?"

"Tepat sekali. Dosa - dosa lama umat manusia dari zaman dulu. Kalau kata orang, harta, tahta, dan wanita, buat laki - laki mah."
Hal ini mengundang tawa dari para peserta wanita.
"..Lo kate yang wanita kaga ada dosanya???.." Ruang auditorium meledak dengan tawa seluruh peserta dan narasumber lainnya, dan sekali ruangan kembali tenang, sang profesor kembali meneruskan.
"Larkin pernah berkata,'manusia menginginkan keinginan manusia lainnya.', yang kita kenal dengan istilah 'Humans desire the desires of others'.
Kalau ingin saja sih tidak masalah. Problemnya, adalah saat keinginan ini manifestasi jadi tindakan. Celakanya, seringkali memakan korban, dan jarang sekali korbannya sedikit. Walaupun korbannya sedikit secara angka, mentalnya gimana?.."
Ia mengusap matanya sejenak. "Perlu contoh?"

Sang mahasiswa mengangguk saja.
"Israel pada zaman penjajahan Roma merupakan salah satu contoh penyelewengan agama yang merugikan secara sosial dan finansial.
Kehidupan masyarakat Yahudi yang tinggal pada masa Julius Caesar berkuasa di Roma boleh dibilang cukup memprihatinkan, walaupun tidak sedih - sedih amat.
Kasusnya begini secara simpel.
Kamu, kalo sekali berbuat dosa pada zaman itu, harus mengorbankan seekor binatang tertentu. Bisa kambing lah, burung lah, domba lah, lembu lah, whatever, tergantung dosanya."
Ia mengangkat bahunya dengan enteng sebelum meneruskan.
"Kamu pergi tuh ke tempat ibadah. Si imam, yang punya kualifikasi untuk menilai kualitas binatang korban kamu, bilang, ini binatang tidak layak. Ia bilang kalo kamu harus beli binatangnya di etalase-nya si X di rumah ibadat. Nah, dia jual tuh, rada mahal. Ternyata, ketauanlah kalau si imam dan si tukang jualannya sudah kong kali kong. Dan itu tidak terjadi hanya oleh seorang imam, tapi seluruh institusi. Yaa, alias...kalo se-institusi itu ada 500-an imam, yaa semuanya nyemplung juga dah."

"Riba dong!.." Ia berseru, membuat panik rekan - rekan sebelahnya, takut menarik perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun