Mohon tunggu...
Mister Kapucino
Mister Kapucino Mohon Tunggu... -

EMANSIPATORIS

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mempersoalkan Marxianisme

16 Oktober 2016   09:10 Diperbarui: 16 Oktober 2016   09:38 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMPERSOALKAN MARXIANISME

- Renungan Chloe Eno Tentang Stratifikasi Sosial - 

Perjuangan Kelas vs Perbincangan Rasional

Kegigihan Marxis dalam menegakan Manifesto Komunis bisa diartikan sebagai kegigihan yang monoton dalam pergerakan ideologi politik.

Sebab, gemblengan ideologi politik Karl Marx telah membebaskan pengikutnya (Marxis) dari ikatan moral yang pada umumnya disetujui masyarakat. Yang paling mencolok adalah pembebasan diri dari kaidah-kaidah reliji yang dihormati masyarakat, kebebasan berekspresi masyarakat (demokrasi representatif-aspiratif), dan kebebasan berekonomi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat (pemerintah-rakyat) untuk saling aktif melakukan kegiatan ekonomi (ekonomi campuran).

Dilain hal, ketidak sabaran Marxis dalam menganalisa proses belajar masyarakat, berdampak pada besarnya hasrat untuk mempercepat perubahan dengan jalan revolusi. Sehingga kaum Marx mematok suatu ukuran politik terhadap apa saja yang menyokong suksesnya revolusi proletar adalah benar secara moral, dan apa saja yang menghalangi suksesnya revolusi proletar, Marxis menganggapnya itu adalah kesalahan dalam moral.

Marxis mendorong gerakan peralihan kekuasaan dalam komposisi teori materialisme dialektika dan materialisme historis sebagai dalil untuk menyodorkan suatu fakta empiris, yang menganggap konflik kelas sosial menjadi objek vital perubahan dan perkembangan masyarakat.

Akan tetapi, dalam hal ini Chloe mencontek pemikiran Habermas, yang dimana Habermas memberikan pemahaman tentang rasionalitas, dan Habermas menganggap pemikiran-pemikiran Marx sudah kadaluarsa dan harus dirumuskan atas landasan epistemologi yang reformatif. Habermas membangkitkan kerangka ilmu kritis terkait Marxianisme yang bersifat emansipatoris pada dasar dimensi praksis epistemologi sebagai tema sentralnya. Chloe sepakat dengan Habermas yang mengganti jargon ‘Perjuangan Kelas’ dengan istilah ‘Perbincangan Rasional’ sebagai cara untuk menelurkan solusi emansipatoris dan menghasilkan pencerahan atas keadilan. Dan Habermas mengalamatkan teorinya tentang rasio manusia untuk mengimplementasi emansipasi revolusioner berdasarkan ‘paradigma komunikasi’ untuk mencoret teori paradigma kerja teori Marxian.

“…Marxis akan berkembang menjadi dogma yang bisa dimanipulasi karya-karyanya. Karena banyak dari mereka mengambil begitu saja pernyataan Marx yang belum tentu sesuai dengan keadaan (ekopol) sesungguhnya…” (Epistemologi Kiri halaman 222, tentang sensibiltas Marxis Sayap Kiri Habermas)

Sangat jelas dari kutipan diatas, bahwa perlu adanya kesadaran pengikut Marx dalam menginterpretasi Marxisanisme secara universal, yang disesuaikan dengan kenyataan empiris pada suatu ruang lingkup masyarakat (negara).

Dari situ dapat ditinjau bahwa Habermas telah melakukan kritik atas positivisme dalam menerapkan suatu ideologi politik haruslah bersifat objektif dan bebas nilai (value-free), untuk dipakai sebagai prediksi yang didasari atas implikasi logis bahwa pengetahuan yang dianggap benar haruslah memihak praksis emansipatoris masyarakat.

Dan dari tinjauan Habermas, Chloe menempatkan konsep rasionalitas pada standar ganda. Yaitu pertama, sebagai pembelaan terhadap suatu ideologi dalam melestarikan hegemoni kekuasaan politik. Dan mengartikan rasionalitas sebagai dialektika untuk berurusan dengan prinsip-prinsip historis dalam melihat kenyataan masyarakat, sebagai standar keduanya.

Isme Kaum Marx Terhadap Masyarakat Plural. Kontras!

Materialisme-nya

Berbagai asumsi mengenai kenyataan yang bersifat materi, Karl Marx ikut latah menggambarkan keseluruhan perubahan dan perkembangan manusia adalah berada dalam kerangka materialistik, serta kesadaran/ide-ide manusia merupakan pengetahuan manusia secara dialektis.

Dengan keyakinan yang tinggi, Marx menyimpulkan suatu hipotesis mengenai kenyataan objektif melaui jalur materialisme, bahwa keseluruhan dari realitas obektif secara empirik harus dapat dijelaskan melalui paradigma mekanik dan hukum-hukum fisik.

Dengan dalih tidak mendasari jangkauan empiris, Marx secara tegas menolak agama. Artinya, Marx menganggap agama adalah doktrin semu yang tidak bisa dibenarkan secara logika. Atau dengan kata lain, Marx menyimpulkan agama adalah berada diluar batas kebenaran pengetahuan manusia.

Chloe mencoba merenungi pemikiran Marx yang berpendapat tentang agama. Chloe menganggap Marx tidak mau mengakui perjalanan sejarah manusia (yang secara keseluruhan) tidak pernah lepas dari gagasan spiritual, dan setiap hukum-hukum didalam masyarakat disesuaikan dengan keyakinan yang bersifat  imaterialisme. Dan dalam hal ini, Chloe mewajarkan Marx dan kaum-kaum materialis lainnya yang membatasi diri dari pengukuhan kontrol atas doktrin yang dianggap semu.

Chloe menilai doktrin materialisme Marx tidak akan pernah bisa disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat ini, bahkan hingga ke massadepan. Sebab, faktanya, masyarakat selalu membutuhkan dorongan spiritualisme dalam menjalankan kehidupannya. Padahal, secara teori, agama menjadi tolak ukur substansial yang mendorong peradaban manusia kearah perubahan. (analisa sejarah jazirah arab, abad 6 M)

Ekonomi-nya

Mazhab Frankfurt menunjukan dasar pemahaman tentang rasio teknik industrial dengan menengok massa Aufklarung, yang dimana rasio ditujukan untuk membebaskan manusia dari cengkraman kapitalisme, demi merealisasikan suatu tatanan ekonomi-politik yang didasari atas cita-cita keadilan bersama dengan jalan konsensus.

Hal itu sedikit berbeda dengan pandangan Marx, yang dimana Marx memimpikan masyarakat tanpa kelas, lantas menganggap dinamika produksi dizamannya adalah sebagai penggerak masyarakat dimassa depan, dengan memprovokasi kaum buruh untuk menegakan demokrasi industri dengan jalan memicu pertentangan kelas.

Skema dialektis Marx mengenai industrialisme, yang dimana Marx menekankan kenyataan industrialisme sebagai totalitas ekonomi-politik, dibulatkan oleh Marx menjadi kesimpulan teori strukturalisme, bahwa secara keseluruhan didalam industrialisme memiliki unsur-unsur yang saling bernegasi, saling berkontradiksi dan saling bermediasi (memperantai dan diperantai), maka untuk mengontrolnya adalah dengan memakai strategi ekonomi komando.

Marx mencoba menekan dan mengisyaratkan suatu pendapat ekonomi, bahwa kehidupan yang nyata ini adalah serba perseteruan antara penguasa dan yang dikuasai penguasa. (bos dengan anak buah, majikan dengan pembantu, tuan tanah dengan pekerja lahan, dst). Artinya, jika mengacu pendapat Marx tersebut, berarti ‘revolusi sapai mati’ adalah jargon yang harus diterapkan secara terus menerus sampai terciptanya masyarakat tanpa kelas.

Lagi-lagi, Chloe mencoba menyelami pemikiran Karl Marx, yang dimana Chloe menganggap Marx hanya memberikan gambaran mengenai gerakan pencerahan di eranya, tanpa mau menggambarkan keandaan masyarakat pasca-industrial saat ini.

Chloe menyadari, teori Marx tentang pertentangan kelas memiliki resiko ideologis yang memungkinkan terbuka lebarnya pintu Anarkisme untuk menjebol komposisi stratifikasi sosial. (analisa sosialisme perdebatan klasik Marx dengan Bakunin dalam Sidang Internasionale di Den Haag, tahun 1872).

Chloe merasa, Marx terlalu curiga dan sentimen terhadap kapitalisme, sehingga Ia memaksakan pendirian berpikirnya untuk menolak secara keras kaum borjuis, tanpa mau mengingat sisi historis manusia yang terbiasa merakit dan menerapkan sistem kemasyarakatan secara konseptual yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan ditiap era dan tiap wilayah tertentu.

Secara fair dan jujur, Chloe menyatakan bahwa manusia, yang dari ujung rambut hingga kaki dipenuhi dengan materi, tidak akan bisa terlepas dari hirarki sosial, meskipun Anarkisme diterapkan secara masif dan berhasil, struktur masyarakat akan selalu ada, dan tidak mungkin tidak ada. Yang artinya kapitalisme akan selalu memiliki posisi khusus ditengah-tengah kelompok masyarakat, dan pertentangan kelas akan terus berlanjut sampai hancurnya bumi serta langit.

Secara epostemologi, Chloe menganalisa keseriusan kritik Habermas terhadap Karl Marx yang menciptakan ideologi politik kiri, yang dimana Chloe menyimpulkan substansi kritik Habermas, bahwa jika hendak mendobrak penguasaan industrialisme yaitu, tidak perlu diadakan tindakan revolusioner, melainkan mencari jalan yang lebih solutif, diantaranya :

  • Mengupayakan situasi yang saing berargumen secara dialogal dan komunikatif (demokratisasi);
  • Menggantungkan perhatian kepada evolusi sosial untuk dijadikan sebagai isu sentral dengan jalan konsensus.

Hal yang mendasari mengapa Chloe menyepakati pendapat Habermas, yaitu lebih diletakan pada kenyataan untuk menyatukan kaum borjuis dengan kaum proletar kedalam situasi saling berkepentingan/sama rata sama rasa, agar terus terciptanya proses mekanisasi ekonomi dan birokrasi industri. Sebab, Chloe menuduh kedua kubu sama-sama memilki sifat pragmatis yang melekat dan akan selalu saling terikat.

Secara sempit, Chloe menyimpulkan bahwa Marx sebenarnya telah membuat aturan ideologi yang menggeser konsentrasi pada strukturalisme industrialis, yang dimana relasi internal yang berada didalam industri adalah saling bergantungan dalam suatu sistem.

Negara Marxian

Tidak sedikit pengikut Karl Marx di Indonesia mengharapkan perombakan besar-besaran pada sistem untuk mengarah kepada ideologi Marxisme.

Dengan membawa tema-tema proletar, kaum Marxis berkutat secara underground mengintervensi politik didalam negeri untuk mengganti simbol Garuda dengan simbol Palu Arit. Dan mengubah peradaban masyarakat Indonesia ke tata peradaban masyarakat yang disesuaikan dengan konsep materialisme-dialektika serta materialisme-historis secara fundamental.

Proyek revolusi yang kemudian secara politis dianggap oleh Marxis sebagai upaya untuk memperjuangkan nasib kaum tertindas, menjadi tugas politik ideologi kaum Marxian untuk menelanjangi kapitalisme sebagai representasi neoliberalisme, meskipun dalam perkembangannya kaum Marx mengalami keterbatasan khusus pada pergerakannya oleh TAP MPR

 

Proyek revolusi pengikut Marx tersebut didasari oleh hipotesis Marx yang dimana Marx menganggap kekuatan politik pemerintahan direduksi oleh kekuatan ekonomi. Yang pada akhirnya Marx meyakini bahwa disaat negara bertindak represif dan eksploitatif, itu hanyalah eksploitasi ekonomi dan instrumen dari kelas yang berkuasa. (analisa Das Kapital)

Bagi kaum Marx, kapitalisme yang melebihi kekuatan suatu negara merupakan tempat yang fundamental bagi penindasan. Dan kaum Marx menganggap rata-rata pemerintahan negara dunia memiliki sedikit eksistensi independen untuk menguasai sumber-sumber pendapatan didalam negara. Maka itu, negara digunakan oleh Marxis sebagai alat revolusi. Hanya jika berada ditangan kaum proletar untuk menggerus kaum borjuis, berarti alat revolusi tersebut dinyatakan sukses.

Tanpa keraguan, Chloe menilai jelas bahwa Karl Marx terindikasi menawarkan suatu hegemoni pemerintahan negara kediktatoran militeristik yang berefek mengglobal. Atau dengan kata lain, Marxianisme menggagas imperialisme versinya pada skala internasional. Dan rata-rata kaum Marx merekomendasikan partai Komunis sebagai perahu politik praktisnya untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan politik pada suatu negara, meskipun negara itu menganut faham sosialisme seperti Indonesia. (analisa kitab Manifesto Komunis, analisa Marxisme-Leninisme, dan analisa perpecahan Sino-Soviet).

Dalam mengkaji aspek fundamental demokrasi, Chloe mengemukakan karakter pemerintahan yang diimpikan kaum Marx tidak sesuai dengan azas demokrasi, atau menabrak proses demokratisasi kerakyatan, yang dimana demokrasi kerakyatan terdapat nilai-nilai yang dibutuhkan untuk memenuhi visi keseseluruhan masyarakat negara yang berkebabasan dalam etika dan norma ekonomi-politik.

Jika memperhatikan konstelasi politik domestik/internasional saat ini, masyarakat lebih mengedepankan pragmatisme-nya. Yang dimana masyarakat menginginkan sistem pada suatu pemerintahan yang benar-benar mengakomodir segala macam keterbutuhan masyarakat dengan merakit suatu kebijakan publik yang proaktif untuk menunjang seluruh kebutuhan rumah tangga. Artinya, diperlukan pemerintahan yang benar-benar membuka peluang keleluasan aspirasi. Atau dengan arti sempitnya, multi partai didalam tubuh parlemen adalah sangat dibutuhkan sebagai institusi-institusi legislasi yang akan menyerap aspirasi masyarakat secara komprehensif.

Inti renungan Chloe Eno tentang stratifikasi sosial dan ketidak sesuaian Marxisme jika diterapkan di Indonesia.

Peran pasar dalam mengalokasikan sumber-sumber daya yang tidak ada disuatu negara adalah bervariasi dari suatu negara ke negara lainnya. Dan kelemahan pada sistem ekonomi yang bercirikan kecilnya peran masyarakat dalam perencanaan ekonomi adalah suatu sistem yang mengganjal masyarakat dalam kebebasan berekonomi. Dan sistem yang berciri seperti itu hanya terdapat pada negara-negara yang berazaskan Komunis, yang dimana partai Komunis secara tunggal merajai peta politik dinegaranya.

Diawal-awal tahun 2000, pemerintahan China mereformasi ekonomi komando di negaranya ke arah yang menghampiri sistem ekonomi pasar, dengan menambah beberapa segmen pasar kedalam perekonomian negaranya. Dan terdapat empat hal penting yang bisa ditarik dari reformasi ekonomi China yang diaplikasikan dan dicampur aduk kedalam sistem ekonomi komandonya. 

Pertama, perusahaan-perusahan swasta di China secara bebas menentukan dan memutuskan jenis barang apa yang hendak diproduksi, dan leluasa menerapkan metode apa yang dipergunakan untuk memproduksi. Kedua, pemerataan ruang lingkup masyarakat ekonomi untuk menguasai kekayaan alam dinegaranya untuk dikelola secara swasta. Ketiga, setiap masyarakat di China kini mempunyai kebebasan yang lebih luas dalam membeli, menjual, dan memiliki hasil produksinya. Keempat, masyarakat China kini sudah memiliki kebebasan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dan mereka sukai. (analisa New Introductory Economics)

Jika memakai pendekatan empiris, fenomena pemerintahan China yang dimana negaranya menegakan Manifesto Komunis Marx, sebenarnya menganggap doktrin Marxianisme sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Entah disebabkan kekalahan Komunisme diperang ideologi abad 20, ataukah dikarnakan Marxisme tidak dapat disesuaikan dengan keadaan (sosial-politik-ekonomi) yang sesungguhnya, seperti apa yang dijabarkan oleh Habermas.

Tapi yang menjadi suatu kepastian, Chloe menanggapi doktrin Marxianisme sebagai doktrin terminologi kiri yang sebenarnya bersifat anti-kemapanan. Menurut Chloe, harusnya, setiap doktrin ideologi politik harus mewacanakan proyek modernisme untuk didirikan diatas fondasi rasionalisme yang mampu mengajak masyarakat untuk melihat realitas zaman.

Artinya, jika menyaksikan fenomena perjalanan doktrin Marx sampai saat ini, dengan menilai bangunan dasar Marxisme, justru menemukan semacam kemunduran berpikir dalam berideologi politik yang dimana dipastikan akan selalu memunculkan polemik berpemerintahan negara, dan ujung-ujungnya bukan hendak berevolusi ria, tapi congong untuk terus mereformasi ketata nagaraan suatu negara yang menegakan Manifesto Komunis.

Sehemat berpikirnya Chloe, bangunan dasar epistemologi Marxian justru membentuk paradigma berpikir pengikutnya agar memiliki tipekal masyarakat chaos yang hendak merombak sistem, tanpa menyaksikan substansi arah ideologi yang dianut suatu negara. Sebagai contoh, Republik Indonesia yang menganut azas nasionalisme, agamisme dan sosialisme yang dibulatkan dalam satu aplikasi ideologi yang bernama Pancasila, sebenarnya kaum Marx tidak perlu lagi adanya kegigihan untuk merubah haluan negara Marhaenis agar diubah menjadi negara berhaluan Marxis.

Sebab, menurut Chloe, Pancasila yang sebagai ‘doktrin penyemangat pluralisme’ sudah sangat proporsional dan lengkap dari apa-apa yang dikehendaki masyarakat zaman baru, yang didalamnya terdapat sistem yang memberi kehendak bebas masyarakat dalam beragama, bebas berdemokrasi, bebas berekonomi, yang dimana Pacasila mencakup ikatan keseragaman masyarakat, menghasilkan kesatuan dan kuatnya pembelaan Pancasila terhadap hak asasi manusia. Dan jika dikerucutkan kesimpulannya, Pancasila adalah ‘teori fundamental sosialisme’, yang mengatur struktur masyarakat yang sama rata sama rasa.

Salam…

P.L.U.R

“Menjadi seorang Sosialis itu mudah. Yaitu petakan azas kemanusiaan dititik tumpu pendirian agamis. Prakteknya dimulai dengan menentang neolib dan melabrak kediktatoran untuk memikul demokrasi”

Chloe Eno

Chloe Eno (fiksi) adalah seorang sosialis islam, yang menghormati seluruh agama. Ia sangat melarang penyandraan terhadap demokrasi representatif-aspiratif. Dan Ia membenci sistem ekonomi pasar serta ekonomi komando.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun