"Muzaki. Izinkan saya berbicara. Kejadian itu terjadi sekitar 5 tahun. Apakah kau tau? Ibuku adalah salah satu korban atas tindak kriminalmu. Saya tidak menghakimi mu. Saya hanya memberitahu. Saya tidak membencimu juga. Namun perbuatan yang engkau lakukan adalah kesalahan besar. Kalau kau sudah tau jika perbuatanmu salah, itu bagus," entah mengapa tiba-tiba air mata mengalir begitu saja. "Bertaubatlah Muzaki, minta pengampunan kepada Tuhanmu" ujarku. "Ya Tuhan. Sangkara aku minta maaf!. Sungguh! Maafkan aku Sangkara!" katanya kepadaku, dan dia bersujud dihadapanku. "Bangunlah teman! Minta maaf lah kepada Tuhanmu! Dan bertaubatlah demi maaf yang kau minta kepadaku!" jawabku. Tiara bingung. Dua lelaki dihadapannya menangis.Â
*
Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Setiap perjalanan pasti memberikan pelajaran. Saya sudah ikhlas atas kepergian Ibu. Dan saya tidak membenci Muzaki. Bagaimanapun dia menjelaskan jika dia butuh uang, dan dia menyesal. Yang terpenting itu adalah rasa penyesalannya terhadap sebuah kesalahan yang telah diperbuat. Tuhan saja maha pemaaf, bagaimana mungkin saya tidak memaafkannya? Pasti itu juga yang Ibu inginkan. Memaafkan. Haruskah saya dendam kepadanya dan membalas perbuatannya? Jika semua kejahatan perlu dibalas sebagaimana dengan seharusnya. Maka dunia ini adalah sebuah lautan darah, lautan kebencian, dan bersiaplah kalian atas semuanya di hari pembalasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H