"Saya tahu jika kau adalah Muzaki. Saya ingin tahu bagaimana engkau bisa sampai ke tempat ini?" balasku. Dia pergi meninggalkan saya setelah mendengar perkataan itu. Di Kesempatan itu saya gagal, tapi saya akan mencoba lain hari, saya akan mencoba hingga muncul sebuah titik terang.Â
*
Di Minggu pagi, dikala semuanya sedang berkumpul untuk melakukan senam. Ada hal yang janggal. Saya tidak melihat Muzaki di kerumunan. Lalu saya menghampiri Tiara dan bertanya, "Apakah kau melihat Muzaki?" ujar saya. "Tidak. Mungkin masih di tertidur di kamar atau sedang pergi ke kamar mandi" jawabnya dengan tenang. Dia benar, mungkin saja Muzaki masih di kamarnya atau sedang di kamar mandi.Â
Senam telah berjalan 10 menit tetapi Muzaki tak kunjung kelihatan batang hidungnya. Saya bergegas ke kamarnya, saya takut dia kenapa-kenapa. Sesampainya di sana, kamarnya kosong, tempat tidurnya rapi. Saya lanjut memeriksa kamar mandi dan hasilnya sama. Hingga akhirnya saya menghampiri Tiara lagi.
"Dia tidak ada di kamarnya, begitu juga di kamar mandi. Bagaimana ini?"
"Benarkah? Kau sudah mencarinya dengan teliti?"
"Benar Tiara, Aku sudah mencarinya"
"Mari kita cari sekarang Sangkara"
Kami tidak tahu harus mencarinya ke mana. Namun satu hal yang pasti, dia harus ditemukan hari ini juga. Mulailah kami mencari ke tempat lain, selain tempat yang telah ku kunjungi tadi. Kami memasuki segala ruangan yang ada di sana, baik gudang, kamar pasien lain, ruang perawat. Â Tetapi hasilnya nihil. Dia tak berada di sana. Seluruh ruangan kosong. Apakah mungkin dia keluar dari area ini? Tapi ke mana? Kami pun mulai keluar dari rumah sakit, menyisir sekeliling area terdekat. Bertanya kepada warga, apakah mereka melihat seseorang yang berciri seperti Muzaki keluar dari rumah sakit. Dan untungnya seseorang melihatnya, katanya dia berjalan mengarah ke sungai. Sungai yang berada di kanan sana.Â
Kami berjalan ke arah yang disebut, sambil sesekali mengamati kanan dan kiri barangkali kami melihat Muzaki. Setibanya di sekitar sungai, kami berpencar. Setiap semak saya masuki, mata melirik ke sana kemari, dengan sesekali memanggil namanya. Namun sial, hasilnya tetap sama. Saya tidak dapat menemukannya. Putar balik lah saya ke tempat semula dan mencari Tiara. Saya melihat Tiara di depan sana dan saya mendekat. Saya memberitahunya jika saya tidak menemukan apapun.Tiara juga sama, dia masih belum bisa menemukannya, Muzaki tidak ada di sana sepertinya. Kami putus asa. Hingga tiba-tiba Tiara menepuk bahu saya dan berkata, "Sangkara, lihatlah ke atas sana. Bukankah itu Muzaki?" sambil menunjuk pepohonan di atas sana. Benar. Itu Muzaki, dia di atas pohon, pohon yang berada tepat di depan dekat gundukan tanah yang jaraknya 50 meter dari tempat kami. Dia Menangkring macam sebuah burung. Wajahnya dengan sangat jelas terlihat, saya yakin jika dia sedang sedih sebab tatapannya hampa dan wajahnya penuh dengan air mata. Kami mendekat, Â "Muzaki. Apa yang engkau lakukan di atas sana?" teriak saya kepadanya. "Menangis. Ada apa memangnya?" jawabnya ketus padaku.Â
"Jika memang kau menangis, mengapa pula menangis di sana? Tidakkah ada tempat yang lebih aman dan nyaman dibandingkan di atas pepohonan. Bisakah engkau turun?" sambut Tiara atas jawaban Muzaki yang dingin. Dia pun turun dan mendekat kepada kami.