"Ada seorang khalifah Banu Abbas - yang karena mengingat kepentingannya sendiri serta anak cucunya - ia ingin sebagian besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang asing, demikian juga pembesar-pembesarnya. Suatu tindakan yang buruk sekali, baik terhadap bangsanya atau pun terhadap agama. Tetapi tidak lama kemudian pembesar-pembesar militer ini pun telah pula dapat mengalahkan para khalifah itu. Dengan kekuasaan yang ada itu mereka telah dapat bertindak sewenang-wenang. Sekarang kekuasaan negara berada ditangan mereka, dengan tiada persiapan pikiran seperti yang diajarkan Islam dan dengan hati yang sudah diisi oleh pendidikan agama. Bahkan sebaliknya, mereka datang menerima Islam dalam keadaan biadab dan bodoh, dengan membawa segala macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan pakaian Islam, tapi ajarannya belum sampai menembusi hati mereka. Masih banyak diantara mereka itu yang membawa berhala untuk disembah dengan diam-diam. Kalau pun ada yang menjalankan salat bersama-sama, itu hanya untuk memperkuat kekuasaannya.
"Kemudian datang lagi yang lain melanda Islam, seperti bangsa Tatar dan yang lain misalnya, malah persoalan agama juga dibawah kekuasaannya. Buat mereka musuh yang paling besar ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa mereka, sudah mengetahui sejarah mereka yang buruk itu. Mereka sangat memusuhi ilmu, juga memusuhi yang menjadi pelindung ilmu, yakni Islam. Segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tidak pernah mendapat perhatian mereka, bantuan untuk itu pun dihentikan. Tidak sedikit dari kaki tangan mereka itu yang turut menyusup kedalam jiwa orang yang masih awam dalam agamanya. Mereka menempatkan diri ke tengah-tengah orang yang masih hijau dalam agama itu, sebagai orang yang taat dan pelindung agama. Mereka menganggap agama masih belum sempurna, perlu disempurnakan, atau sedang sakit, perlu diobati, atau juga sedang miring, perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi perlu dibangun kembali.
"Dengan mengingat masa lampau mereka yang masih dalam kemegahan paganisma, adat-istiadat golongan-golongan Nasrani yang terdapat di sekitarnya, mereka pun hendak menerapkan semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar tanggungjawab Islam. Tetapi dalam meyakinkan orang-orang awam bahwa yang demikian ini demi kebesaran syiar agama, mereka berhasil. Rakyat jelata memang alat penguasa dan senjata kaum tiran. Mereka telah menciptakan bermacam-macam pesta dan upacara-upacara keagamaan. Merekalah yang membuat peraturan kepada kita tentang adanya pemujaan kepada para wali, kepada ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah memecah belah umat Islam, dan menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Mereka juga yang menentukan, bahwa kita yang datang kemudian harus mengikuti apa yang dikatakan oleh orang dahulu. Hal ini oleh mereka telah dijadikannya pula suatu akidah, yang membuat orang jadi berhenti berpikir, membuat pikiran jadi beku.
"Lalu kaki tangan mereka menyebarkan cerita-cerita, berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh pelosok kawasan Islam - yang akan membuat orang awam jadi puas dan yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri soal-soal umum. Segala yang berhubungan dengan soal-soal masyarakat dan negara adalah menjadi wewenang para penguasa. Barangsiapa mau mencampuri soal semacam ini di luar mereka, berarti ia memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila sampai timbul kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak menyenangkan, semua itu bukan karena perbuatan para penguasa, melainkan suatu kenyataan seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis sebagai ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak perlu menghindarkan diri baik untuk masa sekarang mau pun untuk masa yang akan datang. Maka lebih aman apabila hal ini kita serahkan saja kepada Tuhan. Kewajiban seorang Muslim hanyalah mengurus diri sendiri.
"Dalam hal ini mereka menemukan pula beberapa hadis yang secara harfiah membantu sekali maksud mereka. Demikian juga adanya hadis-hadis palsu dan lemah dapat memperkuat tujuan mereka menyebarkan pelbagai ilusi semacam itu. Barisan yang menyesatkan semacam itu sudah tersebar luas di kalangan Muslimin sendiri, dengan mendapat bantuan di mana-mana dari pembesar-pembesar yang memang berbahaya itu. Kepercayaan tentang takdir mereka pergunakan sebagai alat pemadam semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan orang yang mau berusaha. Faktor yang paling kuat mendorong hati orang menerima dongengan-dongengan semacam ini ialah tingkat pengetahuan yang masih bersahaja, kesadaran beragama yang lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila bertemu berarti suatu kehancuran. Kebenaran sudah tertimbun oleh kepalsuan yang begitu tebal. Kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan ajaran pokok agama, dan mengaburkannya sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat melekat ke dalam hati.
"Politik demikian ini adalah politik tirani dan egoistis sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal yang bukan dan agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang telah merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak menembusi lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa, hidup dengan makhluk-makhluk hewan yang membisu ... Sebagian besar yang kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam, sebenarnya bukan Islam. Hanya bentuknya saja yang masih dipelihara sebagai amalan-amalan Islam - sembahyang, puasa, naik haji, ditambah sedikit hafalan kata-kata-yang artinya sudah dibelokkan pula. Ajaran-ajaran bid'ah dan dongengan-dongengan yang dimasukkan kedalam agama dan dianggap sebagai agama, telah membuat orang jadi beku dalam berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.
Semoga Tuhan menjauhkan semua kita dari mereka dan dari kebohongan yang mereka buat-buat atas nama Tuhan dan agama itu! Segala cacat yang sekarang dialamatkan kepada kaum Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang lain yang mereka namakan Islam."7
Pandangan Muslimin yang kemudian
Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ini memang merupakan beberapa pendirian yang bertentangan sekali, yang oleh mereka disiar-siarkan dan disebarkan begitu luas dengan mengatakan bahwa itu ajaran Islam, itu perintah Tuhan dan Rasul. Dan pelbagai macam pendirian inilah lahirnya mazhab jabariah, yang oleh mereka yang datang kemudian telah digambarkan begitu rupa, berlainan sekali dengan apa yang ada dalam Qur'an. Lukisan Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat di atas. Sebaliknya yang datang kemudian, mereka hanya menyuruh orang duduk-duduk dan menyerah saja. dengan mengatakan bahwa lapangan hidup ini bukan harus dilakukan dengan usaha dan rencana, tetapi memang sudah tergantung kepada rejeki dan takdir juga, bukan kepada jasa pekerjaan seseorang. Ini adalah jabariah yang salah sama sekali, yang telah memberi peluang kepada beberapa orang di Barat untuk menuduh Islam dengan tidak pada tempatnya. Berdasarkan pendirian inilah timbul mazhab merendamkan arti materi dan tidak mau campur tangan dalam persoalan semacam ini. Ini adalah mazhab kaum Stoa8 di Yunani, juga pada suatu ketika pernah tersebar di kalangan segolongan kaum Muslimin, kendatipun ini memang bertentangan dengan firman Tuhan:
"Dan jangan kau lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia ini." (Qur'an 28 - 77)
Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang cukup luas pada masa Banu Abbas dan sesudahnya. Yang dikehendaki oleh Qur'an ialah jalan tengah. Ia tidak membenarkan orang hidup serba menahan diri, juga tidak membenarkan ibahiyah atau hidup serba boleh seperti diduga oleh Irving, bahwa cara hidup demikian itu telah menghanyutkan kaum Muslimin kedalam kemewahan dan melupakan perjuangannya, serta menjerumuskan umat Islam ke dalam keadaan mereka seperti sekarang ini.
Islam-Kristen dan jalan tengah
Penulis Amerika ini mengatakan, bahwa ajaran Kristen mengajarkan kesucian dan kasih sayang sebaliknya daripada lslam, seperti yang dituduhkannya. Bukan maksud saya akan membanding-bandingkan Islam dengan Kristen dalam hal ini, sebab keduanya memang sejalan, dan tidak berbeda. Biasanya membanding-bandingkan demikian itu hanya akan berakhir pada perdebatan dan pertentangan yang tidak akan menguntungkan Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa yang saya perhatikan - dan inilah yang ingin saya tekankan - ialah bahwa antara sejarah hidup Isa 'a.s. dengan ajaran Stoaisma dan hidup menahan diri secara berlebih-lebihan yang dihubungkan kepada ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang jelas sekali. Almasih bukan seorang penganut ajaran stoa. Bahkan mujizatnya yang mula-mula dan utama, ialah ketika ia mengubah air tawar menjadi minuman anggur dalam pesta perkawinan di Kana, Galilea, yang juga dia diundang, dan dia ingin jangan orang kekurangan minuman keras itu setelah habis dari persediaan. Juga dia tidak menolak undangan kaum Parisi9 yang mengadakan pesta makan yang mewah dan dia tidak keberatan orang mengecap kenikmatan yang diberikan Tuhan.