Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Covid-19 : "Kau Nekat, Aku Merambat"

22 Mei 2020   21:32 Diperbarui: 22 Mei 2020   21:28 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sang Covid-19 berubah seakan nyata mendatang Sang Cucu lagi. Sang Cucu sebenarnya kesal dalam pertemuan pertama. Dia merasakan kesombongan Sang Covid-19 yang membeberkan dan seakan menelanjangi semua sifat manusia yang sedang dihinggapinya. Namun Sang Cucu tetap tenang dan ingin mendengar apalagi yang akan dibeberkan oleh Sang Covid-19. Dia sebenarnya sedang asyik menonton TV yang menyiarkan tentang membludaknya manusia di pasar Tanah Abang dan berbagai pasar lainnya serta padatnya bandara dengan penumpang yang berdesak-desakan.

   "Selamat pagi Sang Cucu, apa kabarmu?" sapa Sang Covid-19.

   "Baik-baik saja, apalagi yang mau kau sampaikan?" tanya Sang Cucu.

   "Sebenarnya banyak hal yang ingin aku sampaikan, namun aku fokus beberapa hal saja," kata Sang Covid-19 sok serius.

   "Silahkan bicara. Waktu dan tempat aku sediakan," jawab Sang Cucu seakan lebih fokus lagi.

   "Aku sebenarnya sangat hormat sama kamu dan seisi rumahmu. Aku tidak bisa memasuki rumah kalian yang bagaikan dikelilingi tembok pertahanan  yang tak bisa kutembus. Aku menaruh hormat ya," kata Sang Covid-19.

   "Terima kasih pujiannya. Maaf tidak ada uang kecil. Uang besarpun sudah habis. Itu juga gara-gara kau," kata Sang Cucu agak datar.

   "Ada pesan yang mau aku sampaikan melalui kamu Sang Cucu.  Aku mungkin masih lama tinggal di negerimu ini," kata Sang Covid-19.

   "Apalagi alasanmu untuk tinggal lama di sini?" tanya Sang Cucu.

   "Aku sudah mengatakan bahwa aku pergi atau tidak, lama atau sebentar tinggal disini,  sangat tergantung sikap kalian semua. Nah sekarang pasar ramai sekali, bandara membludak, pasar Tanah Abang, mal dan berbagai tempat sudah ramai. Kalian mulai anggap enteng, aku tersinggung," kata Sang Covid-19.

   "Emangnya hanya kau yang tersinggung? Kami juga semua tersinggung kamu buat. Kamu sumber masalah dan sumber penderitaan kami," jawab Sang Cucu ketus.

   "Ha..ha..tersinggung nih ye. Tapi bangsamu ini sepertinya tidak tersinggung. Mereka malah tidak peduli lagi sama aku, makanya aku tersinggung," kata Sang Covid-19.

   "Ya, sudahlah, apa sih yang mau kau sampaikan? Jangan bertele-tele. Langsung saja," kata Sang Cucu lebih ketus lagi.

   "Begini ya Sang Cucu. Aku berencana mau masuk ke kota yang mulai sombong sama aku. Walikotanya menyatakan 38 Kelurahannya sekarang zona hijau. Lalu dia memberikan kesempatan untuk sholat Ied di 26 mesjid di 38 kelurahan itu. Aku mau runtuhkan kesombongannya itu," kata Sang Covid-19.

   "Kesombongan apa?" tanya Sang Cucu.

   "Alasannya bukan karena zona hijau. Itu alasan saja. Sebenarnya mereka anggap remeh kepadaku. Sombong. Biasanya kan kalau sholat Ied, sampai ke seluruh jalan, dan jalan  sekitar masjid ditutup untuk sholat, kok tahun ini ditiadakan, apa hebatnya Covid-19 ini bisa mengganggu kita, itu pikiran mereka," kata Sang Covid-19.

   "Urusan sholat, kau tidak usah campurilah. Itu urusan umat yang berlebaran saja. Jangan mencampuri agama orang lain. Urus saja dirimu sendiri," kata Sang Cucu.

   "Benar ini urusan kalian, tapi ada kaitannya dengan saya. Aku sudah katakan tadi, tindakan ini merupakan pelecehan kepadaku. Ini namanya anggap enteng kepada Sang Covid-19," kata Sang Covid-19.

   "Kenapa?" tanya Sang Cucu.

   "Fatwa MUI dan Kementerian Agama sudah mengatakan sholat dari rumah aja lebaran kali ini. Tapi mereka langgar Fatwa itu. Padahal dulu ada gerakan demo berjilid-jilid dan menghukum gubernur berdasarkan Fawa MUI. Dibuat gerakan pengawal fatwa MUI. Sekarang mereka melanggar fatwa MUI. Ini kan suka-suka dan sewenang-wenang. Mungkin MUI dan Kementerian Agama tidak bisa menghukum mereka, karena ini kan cuma himbauan. Tidak ada sanksi hukumnya, tapi dengar dong Fatwa MUI. Tapi aku akan menghukum mereka," kata Sang Covid-19.

   "Bagaimana caranya kau menghukum mereka?" tanya Sang Cucu.

   "Aku akan memasuki mereka yang akan menghadiri sholat. Lalu akan menyebarkan diri di antara mereka. Lalu mereka akan tertapar dan terkapar. He..he.." kata Sang Covid-19.

   "Lho, kan panitia akan melaksanakan sesuai protokol kesehatan. Bagaimana kau masuk?" tanya Sang Cucu.

   "Ha..ha..lihat saja nanti, mereka belum tentu disiplin menjalankan protokol itu. Dan perlu kau ingat, bahwa aku ada dalam tubuh manusia, terkadang tidak bisa dideteksi. Tak ada lagi gejala, seperti demam atau pusing.  Jadi orang merasa aman, padahal aku sudah berada dalam tubuhnya. Dan ketika sholat, aku akan bergerak di paru-paru orang itu, lalu dia batuk menyemburkan virus. Karena lagi sholat dan serius, mereka kurang mengantisipasi. Udara seisi rumah ibadah itu akan penuh dengan virus dan pindah ke sesama mereka, melalui topi, tangan dan pakaian mereka," kata Sang Covid-19.

   "Nanti tangannya kan dicuci," kata Sang Cucu.

   "Mereka cuci tangan dan wajah kan sebelum sholat. Sesudah sholat langsung bubar," kata Sang Covid-19.

   "Terserah kamu sajalah. Aku tidak mau pusing," kata Sang Cucu.

   "Sabar dulu bro. Masih ada pesan kepada gaberner kalian itu. Dia membuat pengumuman perpanjangan PSBB sampai tanggal 4 Juni 2020. Itu oke. Tapi waktu pengumumannya dia berkata sombong yang membuat aku tersinggung lagi," kata Sang Covid-19.

   "Apalagi ketersinggunganmu sama gaberner itu?" Tanya sang cucu.

   "Dia senyum-senyum saja mengatakan mereka bisa mengalahkan aku. Mudah-mudahan ini perpanjangan PSBB terakhir. Kita bisa. Kita bisa, kata dia. Padahal warganya membludak di Pasar Tanah Abang, mal dan pasar Kramat Jati, dan banyak tempat lagi, dia nggak peduli. Nggak ada dia turun menenangkan rakyatnya dan menyuruh di rumah saja," kata Sang Covid-19.

   "Sudah dihimbau kan?" tanya Sang Cucu.

   "Wargamu tidak bisa hanya dihimbau bro. Pemimpin harus turun tangan. Gubernur dulu turun tangan langsung. Ada banjir, sebentar gubernur sudah berada di lokasi banjir. Gaberner ini Cuma ngomong aja. Ini sudah banjir lagi, mana kehadirannya? Ngomong saja tidak. Dia sedang pamer bantuan itu. Ini dibiayai APBD. Uang negara saja rebutan klaim. Kan itu uang negara, bukan uang nenek moyangnya, itu aja seperti rebutan. Payah gaberner kalian itu," kata Sang Covid-19.

   "Apalagi? Aku sudah capek nih, aku mau istirahat," tanya Sang Cucu.

   "Ya kalau sudah capek, aku juga mau pulang ah. Kamu sih tidak memberi tempatku di rumahmu, jadi aku harus pulang ke tempat lain. Jadi inti pesan kali ini hanyalah sebuah peringatan keras," kata Sang Covid-19.

   "Apa kesimpulannya? Boleh kau sederhanakan peringatanmu? Sudah terlalu banyak cincongmu dari tadi," kata Sang Cucu.

   "Inti pesannya kepada kalian  adalah 'Kau nekat, aku merambat'. Silahkan nekat ke pasar, ke bandara dan belanja lebaran, aku akan merambat di antara kalian. He...he...permisi dulu ya bro," kata Sang Covid-19 sambil berlalu.

Covid19, kau memang sombong sekali, tidak boleh dianggap remeh, cepat tersinggung, mengancam lagi. Tapi bagus juga dia memperingatkan yah. Kau nekat, aku merambat, keren juga bahasa Sang Covid-19 ini, batin Sang Cucu. Kalau begitu tetap #dirumahaja. Sekian dulu.

Terima kasih. Salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun