Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sang Covid-19 dan Kerusakan Sosial

16 April 2020   22:16 Diperbarui: 16 April 2020   22:18 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cucu membawa kopi kakeknya ke ruang tamu tempat kakeknya sedang menonton TV yang menyiarkan  perkembangan Covid 19. Dia lalu meletakkan kopi diatas meja.

   "Ini kopinya kek."kata cucu

   "Terima kasih."kata kakek

   "Lagi nonton apa kek?"

   "Ini masalah PSBB."

   "Apa itu PSBB?"Tanya cucu.

   "Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pembatasan sosial ini harus ketat, sebab masih banyak orang tidak peduli tentang penyebaran Covid 19 ini. Masih ada yang membuat pesta. Ngumpul di warung dan bahkan ada yang masih balap liar. Ada anggota DPRD yang tidak mau diperiksa dan marah-marah. Ada yang tidak mau diingatkan perawat untuk memakai masker dan marah-marah."kata kakek.

   "Jadi dengan PSBB ini akan semakin ketat pembatasannya ya kek?"

   "Ya."

   "Lalu bagaimana dong orang bertemu kangen kek? Kan kita suka ngumpul, guyub. Kan  ada pepatah mengatakan, 'mangan ora mangan asal ngumpul'. Jadi ngumpul itu penting."kata cucu.

   "Ya. Ngumpul dan guyub itu penting, tapi Covid 19 tidak akan pernah berhenti kalau kita tidak menyetop ngumpul dan melakukan PSBB ini."kata kakek.

   "Pembatasan sosial ini menyiksa kek. Kayak saya nih. Disuruh BFH."

   "Apa itu BFH?"Tanya kakek.

   "Belajar From Home."jawab cucu.

   "Ah kamu itu macam-macam aja. Bilang SFH kek."kata kakek.

   "Apa itu SFH?"

   "Study From Home."

   "Kita kaum milenial kan suka campur-campur Bahasa Inggeris dan Bahasa Indonesia. Ikut zaman lah. Sejujurnya kek, kita bosan terus di rumah aja. Orang-orang juga begitu. Pemerintah kan hanya main larang. Tak paham perasaan orang yang bosan di rumah aja."kata cucu.

   "Ini bukan soal urusan bosan dan tidak paham. Semua kita harus paham. Bahwa Covid 19 ini hanya bisa kita cegah dan atasi jika semua patuh terhadap pembatasan sosial ini. Kalau tidak kita akan kalah sama virus ini  dan menjadi korban akibat ketidak patuhan kita terhadap pembatasan sosial ini."tegas kakek.

   "Kakek harus perasaan juga dong. Coba kita sudah sebulan tidak ketemu teman satu sekolah. Tidak ketemu bapak dan ibu guru. Kita tidak bisa main dengan teman dan makan es krim bersama. Tidak main game bersama. Semua hilang kesempatan bermainnya kek. Bosan, bosan dan bosan!"kata cucu.

   "Sekali lagi saya katakana, ini bukan urusan bosan. Ini soal hidup mati akibat Covid 19. Mana kau pilih hidup dengan melawan kebosanan atau mati bersama Covid 19? Ayo pilih."tantang kakek.

   "Nggak mau milih ah. Susah milihnya."jawab cucu.

   "Makanya kita harus sadar dan lihat kenyataannya. Memang kita jadi terisolasi. Kita makhluk sosial yang serba tergantung dengan orang lain, berinteraksi dengan orang lain dalam kegiatan sosial harus berhenti dan mengikuti pembatasan sosial. Biasa ke pesta, salaman, cipika-cipiki, berpelukan dan segala bentuk interaksi sosial harus berhenti. Rusak tatanan sosial kita dibuat Covid 19 ini. Tapi inilah tantangannya. Harus kita hadapi. Dan kita harus mengalahkan Covid 19 ini. Suka tidak suka, siap tidak siap."jelas kakek.

   "Tapi sampai kapan kek?" Tanya cucu tak sabar.

   "Sampai Covid 19 ini lenyap. Dan kita tidak tahu kapan lenyap. Tapi kalau kita tidak patuh terhadap PSBB ini, Covid 19 bukan saja tidak lenyap bahkan akan semakin merajalela."jawab kakek.

   "Aduh Covid 19 ini nggak punya perasaan ya kek. Nggak ada rasa kasihannya. Semua susah dibuatnya."keluh cucu.

   "Namanya virus mana ada perasaannya. Yang jahat adalah yang membuat virus ini. Dia paham betul bagaimana merusak tatanan sosial, paguyuban dan komunitas serta kultur manusia yang selalu kuat dengan interaksi sosial."kata kakek.

   "Siapa yang membuat virus ini kek?" Tanya cucu.

   "Kita tidak tahu. Bisa saja ini akibat kesalahan dalam penelitian, namun bisa juga diciptakan sebagai senjata pemusnah massal yang gagal atau berbagai kemungkinanlah."kata kakek.

   "Kalau ini dibuat sengaja, wah jahat sekali orangnya ya kek?"tanya cucu.

   "Dalam perang masa depan, senjata tidak lagi dengan bom atom atau nuklir atau rudal. Itu terlalu mahal. Trennya adalah senjata kimia pemusnah massal. Jadi diciptakan semacam senjata kimiawi, bisa dalam bentuk bakteri atau virus yang disebarkan ke negara musuh dan akhirnya negara musuh akan mengalami kematian massal akibat virus atau bakteri tersebut."jelas kakek.

   "Jadi virus Covid 19 ini juga seperti itu kek? Diciptakan untuk membunuh massal?"Tanya cucu.

   "Bisa jadi. Tapi tidak ada yang mengaku kan. Jadi sulit kita berspekulasi. Tapi lihat jumlah korban meninggal yang setiap hari bertambah. Luar biasa. Dan sebenarnya bukan hanya nyawa orang yang dibunuhnya. Ekonomi juga dibunuh. Lapangan pekerjaan juga karena akan terjadi PHK massal dan semua kegiatan lumpuh, termasuk kegiatan keagamaan."jelas kakek.

   "Wah bisa hancur bangsa kita gegara virus ini ya kek?"Tanya cucu.

   "Bukan hanya bangsa kita, namun hampir seluruh bangsa di dunia terkena dampak. Perdagangan dan ekspor dan impor banyak yang berhenti. Lalu lintas barang dan orang terganggu. Semua berdampak. Makanya kita harus kompak menghentikan virus ini. Ada bangsa lain yang dalam tiga bulan bisa menghentikan virus ini. Tapi mereka memang disiplin dan   keras melakukan pembatasan sosial ini."jelas kakek.

   "Kenapa kita tidak tiru saja itu kek? Biar cepat selesai."kata cucu.

   "Disitulah kesulitan kita sebagai bangsa yang merdeka. Semua orang merasa merdeka dan bebas. Sudah dibuat ketentuan Pembatasan Sosial masih saja berkeliaran dan ngumpul. Kalau tegas pemerintah dituduh melanggar HAM dan kebebasan. Kalau lembek dianggap pemerintah gagal menangani virus ini. Serba salah."kata kakek.

   "Kenapa bisa begitu?"Tanya cucu.

   "Banyak orang sekarang ini merasa paling pintar, susah diatur. Merasa paling benar lalu memvonis orang lain salah. Salah kaprah. Ribut di Media sosial. Buat hoaks seakan benar. Lalu ramai-ramai menyebarkan hoaks tanpa disaring lebih dulu."kata kakek.

   "Jadi harus bagaimana kek?"

   "Jangan mudah tergoda dengan satu berita. Cek dulu. Saring dulu baru sharing. Jangan main bagikan dan sebarkan tanpa proses penyaringan."

   "Pakai saringan seperti di dapur menyaring kelapa ya kek? Atau saringan kopi?"Tanya cucunya.

   "Ya seperti itulah. Pintar kamu."

   "Ya pintarlah, siapa dulu kakeknya."goda cucunya.

   "Ha..ha..kamu bisa aja.  Jadi kopi disaring supaya jangan ikut ampasnya, yang tinggal kopinya. Atau kelapa, ampasnya tidak ikut yang dapat adalah santannya. Demikian juga beritanya. Kalau disaring dulu yang kita dapat adalah berita yang benar dan baik."jelas kakek.

   "Jadi kita harus patuhlah ke PSBB walau bosan ya kek?"Tanya cucu.

   "Ya. Memang Covid 19 ini telah merusak tatanan sosial dan menimbulkan kerusakan sosial. Tapi kita harus hadapi bersama  dan kalahkan  virus ini."kata kakek mengakhiri penjelasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun