Dukungan yang dimaksud dalam hal ini adalah dukungan secara afirmatif yang dilakukan
oleh keluarga psikolog, psikiater, praktisi hukum, maupun praktisi terkait lainnya.
Mekanisme supporting decision making mengedepankan adanya assesment komprehensif
dan pendampingan secara langsung kepada ODP sehingga ketika terjadi pengampaun, tidak
serta merta menghilangkan kedudukan ODP melainkan diberikan kesempatan lebih luas
untuk menentukan pilihannya.
Berdasarkan riset yang dilakukan Central For Public Representation di Amerika Serikat,
melibatkan Sembilan Penyandang Disabilitas berusia 25 hingga 80 tahun menemukan bahwa
pengambilan keputusan yang didukung (supporting decision making) adalah alternatif yang
efektif untuk pengampuan.
Dalam riset ini dijelaskan bahwa ODP yang didukung dengan mekanisme supporting
decision making cenderung mengalami peningkatan kebahagian, peningkatan rasa percaya
diri, mendapatkan pengalaman baru, dan rasa kebanggan yang meningkat.
Oleh karena itu, sebagaimana amanat Pasal 12 CRPD dan Pasal 32 UU 8 tahun 2016 sudah
saatnya Indonesia menghapus proses pengampuan yang selama ini masih terjebak dalam
pendekatan subsitution decision making, karena terbukti mekanisme ini hanya akan
memperpanjang diskriminasi bagi ODP.
Negara harus mulai merumuskan pendekatan supporting decision making sebagai mekanisme
yang sah dan wajib digunakan saat berhadapan dengan kasus pengampuan. Selain itu, upaya
untuk mewujudkan hal tersebut adalah merevisi Pasal 433 KUHPerdata dan turunannya agar
lebih humanis dan afirmatif terhadap Penyandang Disabilitas khususnya ODP.
Dengan demikian, harapan ODP untuk dapat duduk setera dengan masyarakat pada
umumnya dapat terwujud, serta memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama sebagai
subjek hukum bukan isapan jempol belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H