Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berlibur tapi Menyetir Sendiri? Kenali Dirimu Kenali Medan agar Selamat

2 Mei 2023   16:03 Diperbarui: 3 Mei 2023   07:18 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu sudut Kota Genteng (dok.pri)

Menuju Ke Ujung timur Pulau Jawa

Akhir pekan setelah lebaran, kami berkesempatan untuk silaturahim ke saudara di Banyuwangi, tepatnya di Genteng. Salah satu kecamatan yang berada di lereng Gunung Gumitir, Jalur Banyuwangi-Jember.

Perjalanan yang direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Kunjungan dari keluarga besar yang sebagian besar berdomisili di Kota Santri. Untuk mengunjungi kakak tertua, sebelumnya Bude saya itu yang mengunjungi kami di Jombang.

Saya beberapa kali kerumah beliau, sebelumnya naik kereta api maupun bis. Perjalanan kali ini direncanakan berbeda, karena pertimbangan baru selesai lebaran ketupat maka diputuskan untuk menyewa Hiace. Saya tenang saat itu, sudah terakomodir. Namun tiba-tiba berubah, keluarga kami harus bawa mobil sendiri karena Hiace diprioritaskan untuk keluarga yang tidak punya mobil.

Inilah yang menjadi beban mental bagi saya, harus menyetir 7-8 Jam melewati beberapa kabupaten menuju kota sunrise of java. Saya belum pernah menyetir sendiri selama itu. Kondisi ini sempat membuat drop, ketika lebaran sempat sakit, untungnya sudah sembuh.

Pada hari H keberangkatan, rombongan dibagi tiga. Ada mobil yang berangkat duluan pagi harinya. Kemudian rombongan kami yang berangkat setelah saya dan istri pulang kerja. Kemudian rombongan besar yang berangkat malam harinya.

Rombongan kami rencana berangkat Pukul 15.00 WIB, namun pasti anda tahu bagimana ribetnya akan berangkat, akhirnya pukul 17.00 WIB kami baru keluar rumah, itupun tidak langsung menuju pintu Tol tapi harus berputar-putar dulu mencari kebutuhan yang belum sempat terbawa. Apalagi saat itu hujan deras mengguyur Kota Yang terkenal oleh Lodeh-nya ini.

Pukul 17.30 WIB kami baru benar-benar masuk tol, yang berarti itu sudah berada di "Point No Return"yang artinya sudah berangkat. Kalau ada yang ketinggalan ya beli saja ditempat.

Selama perjalanan Tol Jombang Mojokerto kendaraan lumayan padat, apalagi truk sudah boleh berjalanan kembali setelah sebelumnya libur lebaran. Perjalanan lancar dan landai tidak ada yang istimewa kecuali kami disalip oleh Rombongan MenPAN yang akan mudik ke Banyuwangi. Sayangnya saya pakai mobil plat hitam dan tahun lawas jadi tidak akan sempat untuk membuntuti rombongan tersebut.

Sebelum keluar tol yang trans jawa yang rencananya akan sampai di Banyuwangi ini, kami sempat beristirahat di di Rest Area Probolinggo. Tidak ada hambatan selama di Tol, kondisi tubuh juga masih segar.

Setelah itu mobil saya arahkan menuju pintu keluar Probolinggo Timur. Disinilah kepadatan yang sebenarnya. Dibeberapa Platform media sosial, Jalan Leces (Probolinggo) -- Klakah (Lumajang) banyak dikeluhkan oleh orang- orang yang sering melewati jalan tersebut. Macet, paling tidak padat merayap, sehingga bisa tua dijalan. Teman-teman saya yang sopir juga mengingatkan hal yang sama, ketika saya menyakan kondisi jalur ke Banyuwangi via Jember. Yang dibutuhkan sebenarnya adalah Jalan Tol Probolinggo-Jember agar kemacetan bisa ditanggulangi.

Malam itu, jalan memang padat, saya yang tidak tahu medan, cenderung pasrah saja mengikuti arus kendaraan. Ini berbeda dengan bis maupun kendaraan yang setiap hari melewati daerah itu. Salip kanan sudah biasa. Ternyata sama saja perilaku bis di jalur ini, seperti bis Surabaya-Jogja, gahar di jalan nasional, tapi melempem dijalan tol.

Sesampainya di Klakah lumajang segera belok kiri untuk melewati jalur alternatif yang tembus sampai di Tanggul Jember. Kembali saya beristirahat ketika ada Pom Bensin.

Saya harus beberapa kali berhenti untuk menghisap tembakau pabrikan. Saya tidak berani menyedot rokok di mobil, karena istri mewanti-wanti kalau  perjalanan ini merupakan perjalanan tanpa asap rokok. Setelah itu lanjut gas lagi melewati Kota Jember 1 jam menjelang tengah malam.

Saat ini kondisi tubuh masih oke-oke saja, tidak capek dan mengantuk. Untung ada si Nduk yang menemani dan memilih melek karena penasaran dengan jalur yang akan dilewati terutama Jalur Gunung Gumitir yang banyak cerita itu.

Jalan sudah sepi ketika serombongan mobil dipimpin oleh truk tangki pertamina yang lincah membuka jalan. Mobil-mobil tersebut termasuk mobil saya, memilih mengekor truk tersebut yang lajunya lumayan kencang karena kondisi kosong.

Awalnya saya kira akan gelap dan macet ketika berada di gunung tersebut. Ternyata jalan sudah lebar dan banyak sekali PJU disepanjang jalur tersebut. Tidak ada kesan angker sama sekali. Disitu juga banyak orang-orang yang membawa senter memberikan arahan kepada sopir. Tidak semuanya lelaki tapi ada juga anak-anak bahkan ada juga ibu-ibu yang membawa anak. Alhamdulillah setelah sekitar setengah jam kemudian saya sudah berada di Kecamatan Kalibaru Banyuwangi, artinya jalur Gunung Gumitir sudah terlalui dan kami sudah menjalani 90% perjalanan ke timur ini.

Tepat Pukul 01.00 WIB hari selanjutnya, diiringi gerimis kami sudah sampai di tujuan. Kondisi tubuh tidak lelah, dan baik-baik saja walaupun sudah 8 jam menyetir. Saya sempat ngopi sebelum tidur di tempat tersebut.

Selama disana hanya acara keluarga full yang kami lalui. Rencana untuk datang silaturahmi ke rumah sahabat masih kami urungkan karena masih ada kerjaan yang harus diselesaikan.

sudut pantai boom (dok.pri)
sudut pantai boom (dok.pri)

Hari selanjutnya merupakan hari yang sibuk, kami sekeluarga memutuskan untuk bermain dipantai Boom yang ada di Kota Banyuwangi, mengunjungi sahabat dan akhirnya ke Blimbingsari untuk makan ikan bakar.

Sore itu juga rencananya kami akan kembali ke barat. Saat keliling tersebut saya tetap yang menyetir, walaupun sebenarnya ada ahli menyetir, tapi karena saya penasaran dengan jalan di Banyuwangi saya tetap yang mengemudikan.

Sebenarnya agak fatal juga atas kenekatan saya. Ketika sedang berada di antrian kendaraan, ternyata saya terkena mikrosleep. Untungnya kendaraan sedang berhenti jadi tidak terjadi apa-apa, kecuali saya terkaget-kaget sendiri.

Setelah kejadian itu, mata menjadi melek dan segera sampai di tujuan kembali. Dan saya mencoba langsung tidur ternyata tidak bisa. Ketika diajak pulang oleh rombongan Hiace, saya menolak karena memang saya masih membutuhkan istirahat dulu. Akhirnya rombongan berangkat pukul 17.00 WIB dan saya menyusul 2 jam kemudian.

Pilihan untuk pulang lebih malam sebenarnya sudah tepat. Kondisi fit karena sudah istirahat dan tiduran juga mandi. Sama seperti kedatangan kami, gerimis juga mengantarkan keberangkatan kebarat ini. Jalan lebih lenggang karena sepeda motor memilih untuk menepi.  Hanya ada kendaraan roda empat yang dijalan sehingga mengurangi resiko berhenti mendadak karena ada motor yang menyalip tiba-tiba.

Gunung Gumitir kami lewati dengan baik, lebih ramai dari kemarin karena waktu masih sore. Sepeda motor juga masih banyak berseliweran. Sempat juga berkabut di beberapa titik namun karena PJU nya terang tidak menjadi masalah.

Kota Jember juga masih bergeliat, ramai. Tempat-tempat makan juga masih banyak yang buka sehingga jalan agak lambat. Bahkan saya sempat terjebak kemacetan karena rebutan jalur ketika keluar Kota Jember.

sebenarnya cocok untuk rest area (dok.pri)
sebenarnya cocok untuk rest area (dok.pri)

Setelah lebih dari tiga jam menyetir saya beristirahat di Alun-alun Tanggul Jember. Tempat ini pernah saya singgahi ketika Trip bersama kantor, juga ke Banyuwangi. Disini banyak penjual kopi maupun makanan. Sayangnya tidak ada toilet, ada masjid besar tapi tutup ketika saya berhenti disitu. Jadi harus berjalan menyeberangi lapangan kemudian "nunut"kamar mandi di kantor kecamatan.

Segelas kopi dan sebatang rokok saya habiskan sebelum melanjutkan perjalanan melewati jalan alternatif yang lumayan sepi. Sebelumnya saya mampir di POM Bensin untuk isi bahan bakar dan mengantar ke kamar mandi.

Perjalanan ini lebih malam dari sebelumnya jadi lebih sepi jadi lebih cepat, ada beberapa kendaraan yang mungkin baru pertama kali lewat jalur sepi tersebut karena walaupun saya melambatkan laju kendaraan mereka tidak mau menyalip.

Diujung jalan alternatif, di Klakah, ketika saya berhenti mereka baru menyalip sambil membunyikan klakson. Saya berhenti sebentar untuk melihat map melihat bagaimana kondisi jalan didepan. Alhamdulillah lancar tidak ada kemacetan seperti beberapa jam sebelumnya.

Mendekati pintu Tol, kondisi tubuh saya rasa semakin melemah. Mata juga mulai mengantuk. Tapi tidak terlalu berat.

Setelah pintu tol, ketika menemui rest area pertama saya segera masuk untuk mengistirahatkan mata. Tubuh benar-benar lelah, waktu sudah menunjukkan sekitar jam 1 pagi. Jam biologis saya memberikan warning untuk segera istirahat.

Segera saya terlelap ketika mobil selesai parkir, sengaja mencari yang sepi. Agar bisa tidur dengan tenang. Saya terbangun ketika adik saya masuk ke mobil setelah mengisi e toll. Lumayan 30 menit bisa terlelap, walaupun bangun dengan keadaan kaget. Setelahnya tidak bisa tidur lagi. Setelah berdiskusi sejenak kami akhirnya melanjutkan perjalanan.

Namun itu ternyata keputusan yang kurang tepat, jalan tol yang sepi dan gelap membuat tubuh terutama mata, otak, tangan dan kaki bekerja keras. Tubuh yang melampaui jam tidurnya membuat suplay energi tidak maksimal. 

Pada saat ini ternyata hati ikut campur, dia memerintahkan agar berjalan pelan saja yang penting sampai. Dan itu yang saya lakukan, berjalan hanya 60-70 km/jam di jalan Tol yang sepi.

Puncaknya saya terkena halusinasi. Jalan Tol yang gelap saya lihat seperti sebuah lorong panjang. Cepat-cepat saya minggirkan kendaraan untuk berhenti. Untungnya saya cepat tersadar.

Penumpang yang terbangun karena saya berhenti, kaget, menanyakan kenapa berhenti di jalan. Setelah saya buka kaca  mendapat udara malam dan minum sebotol air, jalan sudah nampak seperti biasa lagi.

Saya kembali melanjutkan perjalanan, yang ternyata sudah masuk ke Area Tol Malang -- Surabaya yang lebih terang karena ada PJU. Dibayangan saya, nanti ketika sampai di Tol Malang-Surabaya akan menghadapi mobil-mobil dengan kecepatan tinggi. Tapi nyatanya mobil-mobil didepan saya juga jalan di kecepatan yang sama. Sama rendahnya, seperti truk-truk besar.

Lampu-lampu PJU yang ada, sangat membantu sehingga jarak pandang bisa lebih jauh. Bisa melihat kendaraan didepannya, tidak hanya sekedar melihat lampu belakang kendaraan lain.

Setelah pintu Tol Warugunung, yang merupakan awal pintu tol trans jawa, kembali gelap menyapa. Saya memutuskan masuk kembali ke rest area pertama yang saya jumpai. Untuk merilekskan tubuh ini. Antri di Indomaret untuk mengisi e-toll dan istirahat sebentar memulihkan stamina. Sayangnya tubuh saya masih belum bisa rileks. Mungkin masih terikat jam biologis, karena masih jam 02.30 WIB.

Karena sudah lebih segar, saya kemudian melanjutkan perjalanan. Kembali Hati memerintahkan untuk jalan pelan saja, dia juga mengingatkan bahwa saya membawa penumpang yang harus dijaga.

Peringatan hati ini ternyata ampuh untuk menjaga kekompakan para organ, dan satu jam kemudian mobil yang saya kemudikan sudah bisa keluar tol dengan selamat. Setelah keluar Tol, anehnya kondisi tubuh saya juga fit, bisa rileks kembali. Mungkin jam ngantuknya sudah terlewati, sudah berganti dengan jam subuh saat segar-segarnya suasana.

Adzan subuh berkumandang ketika kami beres-beres isi mobil. Setelah melaksanakan Sholat Subuh baru saya memejamkan mata. Sebelumnya saya sangat bersyukur karena akhirnya bisa sampai dirumah dengan selamat.

Harus Mawas Diri

hampir sampai rumah (dok pri)
hampir sampai rumah (dok pri)

Ketika saya berbincang di istri tercinta, pilihan pulang dari Genteng Banyuwangi Setelah Isya pas, adalah pilihan tepat untuk Lalu Lintas, bisa terbebas dari kemacetan. Namun itu bukan pilihan ideal  untuk kondisi tubuh. Tubuh kami yang biasanya sudah "deep sleep" pada jam 1 sampai 3, masih harus dipaksa untuk bekerja keras dengan konsentrasi tinggi.

Saya memang jarang begadang, maksimal jam 1 sudah istirahat dirumah. Pernah juga naik gunung dan mendaki sepanjang malam, namun yang saya rasakan berbeda dengan menyetir. Naik gunung walaupun capek namun tidak seberat ketika menyetir. Lebih santai, lebih rileks walupun sama-sama tidak bisa melihat pemadangan.

Pernah juga menyetir di Dieng maupun ke Kudus dari Kota Santri ini, tapi itu siang hari, lebih rileks. Ini tentunya jadi evaluasi bagi kami agar melakukan perjalanan saat siang hari, lebih santai lebih rileks dan bisa menikmati perjalanan.

Saya sendiri juga masih kurang rileks, masih ada ambisi untuk cepat sampai cepat istirahat, yang ternyata malah akan membahayakan.

Kita bukan sopir profesional, jadi berkendarallah dengan nyaman hindari mengantuk. Istirahatlah untuk menjaga kondisi tubuh. Jangan terikat waktu, berangkat lebih awal. Kenali Dirimu Kenali Medan dan Mawas Diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun