"nggih diterimo mawon diparingi tiyang, matursuwun, sak pinten-pinten disyukuri" jawabnya ketika saya tanya kuncinya hidup cukup dari hanya mengamen.
Dua hal yang berbeda yang saya temui tentang mengamen pada dua orang pengamen beda generasi.
Mas Ikang Fauzi yang pernah saya ceritakan, alat seadanya, beromzet 100 ribu perhari, mengamen di kota terbesar kedua di Indonesia. Hasilnya hanya untuk mencari kesenangan semata. Selain masih muda dan belum mempunyai tanggungan, pergaulanlah yang membuatnya tidak memperoleh apapun dari penghasilannya yang cukup besar.
Mbah Jen, mantan transmigran yang sudah sepuh ini, mengamen untuk menghidupi keluarganya. Berhasil melewati masa-masa sulit hingga mampu membiayai anak-anaknya sampai dewasa dan akhirnya mandiri. Termasuk keluarga miskin yang menerima bantuan dari pemerintah.
Masing-masing orang mempunyai cara pandang sendiri-sendiri, termasuk saya maupun anda. Tidak perlu diperdebatkan mana yang benar mana yang salah. Fokus pada tujuan sepertinya akan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H