Mohon tunggu...
Vadlan Labulango
Vadlan Labulango Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswa

Kalau sudah jadi orang jangan lupa orang-orang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Story Success Teman LGBTQ

20 September 2022   07:47 Diperbarui: 20 September 2022   08:00 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Oh, kyapa ngana nda ika ngana pe rambu dang?"

Akhirnya Oping mengikat rambutnya kecil-kecil dalam banyak ikatan. Saat itu ia merasa terpukul. Hal yang tak perlu ditanyakan tapi ditanyakan ke Oping yang jelas-jelas bisa terlihat dari fisiknya.

Dalam proses kuliah, pada semester satu dan dua, Oping mendapat piagam mahasiswa berprestasi dari fakultas. Nilai hasil studinya pada semester tersebut yang paling tinggi. Itu terjadi sampai dua semester berturut-turut. Akan tetapi dalam lingkungan keluarga kemudian ia lagi-lagi medapat cemooh dari kakak iparnya yang tinggal serumah dengannya. Oping merasakan ini bentuk   diskriminasi verbal yang akan memengaruhi mental dan semangatnya dalam berkuliah.

Sempat kejadian ketika kakak iparnya lagi adu mulut dengan kakak kandungnya, kebetulan Oping berada di area mereka dan tanpa sengaja mendengarkan kata-kata yang tak pantas keluar dari keluarganya.

"Kita pe ipar leh pernah bilang bagini pa kita pe kaka yang jadi depe istri, 'Da kemana itu doi-doi ja kase ini, kypa pe cepat abis bagitu'," ucap Oping, menceritakan kisah dalam ingatannya.

Kata-kata itu memang tak tertuju kepadanya, tapi Oping merasa itu menyindir dirinya yang merasa sebagai salah satu orang yang membuat uang mereka terkuras. Karena selain Ibunya yang membiayai kuliahnya, kaka kandungnya yang tinggal bersama di rumah itu juga sedikit-sedikit membantu keperluan kuliah Oping.

"Ta pe ipar bilang, 'Mo jadi apa so kwa dia itu, kalo dia nanti mo jadi sarjana dia mo bantu so kwa pa torang. Dia mo  lia so kwa pa torang?' Itu lagi kata-kata yang kita nda mo lupa," kenang Oping dengan wajah sedih.

Keluarga yang harusnya mendukung dirinya untuk tetap berkuliah malah membuat dirinya mendapat tekanan mental di rumahnya sendiri. Saat itu Oping merasa kecewa dan terpukul. Tak terpikir,  sebegitunya kaka ipar yang masih tergolong keluarga terdekatnya berkata-kata yang tak patut terucap.

"Jadi saat itu kita merasa terpukul. Segitunya keluarga inti yang seharusnya mendukung salah satu dorang pe keluarga yang sementara kuliah," keluh Oping.

Seiring berjalannya proses kuliah, semester demi semester yang dilalui Oping, nilai akhir semesternya mengalami penurunan. Sampai pada tahap selesai seminar proposal dan mau melakukan penelitian skripsi, kuliahnya mengalami kemandekan. Ada banyak hal kemudian yang memengaruhi kuliahnya terbengkalai, salah satunya adalah masalah finansial.

Kaka kandungnya yang tinggal di Merauke termasuk salah satu orang yang paling banyak membantu membiayainya kuliah, saat itu belum bisa membantu Oping untuk menyiapkan keperluan penelitian. Karena saat itu bertepatan dengan istri kakanya lanjut studi dan anak kakanya mau masuk sekolah, jadi belum bisa mengirim biaya tambahan untuk Oping.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun