Ibu juga menjadi bagian aktivis peduli lingkungan. Ia menjelajah satu tempat hingga ketempat lainnya hanya untuk mencatat, melihat flora dan fauna yang masih bisa diselamatkan olehnya dan teman-teman lainnya yang sama memiliki kecintaan akan lestarinya alam semesta. Hingga pada suatu hari, ibu dan rekan-rekannya menghadapi sebuah tantangan besar. Dimana tempat ini, yang laksana surga adalah bagian dari surga lain yang akan segera dibuka untuk pertambangan. Bahkan, tempat yang kita datangi tadi, tempat dimana ibu menanam pohon rambutan, juga menjadi bagian dari rencana pengerukan kekayaan alam secara legal oleh para pengusaha yang tak peduli lingkungan. Artinya, tempat ini akan jadi neraka bagi alam itu sendiri tapi akan menjadi surga bagi perusaknya.
Terlebih lagi, pemerintahan saat itu getol sekali untuk meloloskan undang-undang sapu jagat yang salah satu isinya membebaskan para pengusaha untuk membuka lahan tanpa harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan budaya yang ada di sekitarnya.
Sejak saat itulah, ditengah perjuangan para pecinta lingkungan, pecinta alam dan penjaga kelestarian menggagalkan undang-undang sapu jagat, sebagian pengusaha sudah mulai membuka jalan dan berusaha untuk membuka lahan. Salah satu buktinya adalah lereng disebarang pohon rambutan tadi, banyak pohon besar ditebang. Saat ini hanya tersisa tunas-tunas yang ingin tumbuh besar.
Jalan berlobang, berbatu juga adalah bukti bahwa tempat ini pernah dilewati para investor yang ingin merusak hutan dengan menambang kekayaannya dari dalam dengan dalih pembangunan. Padahal tujuan mereka sebenarnya untuk memperkaya diri mereka sendiri.
"Lantas hubungan dengan pohon rambutan?" Sela Metty ditengah-tengah aku menjelaskan.
Sejak dari kecil, ibuku suka sekali dengan rambutan, bahkan kakek dan nenek juga. Ayah pernah bercerita tentang keyakinan kakek dan nenek. Mereka berdua percaya bahwa pohon rambutan adalah pohon rakyat jelata. Pohon yang mudah ditanam, berbuah lebat dan bisa dinikmati oleh kalangan siapa saja. Ketika berbuah, dalam satu tangkai pohon rambutan berisi banyak buah. Itu menjadi simbol kebersamaan.
"Lantas bagaimana dengan pohon mangga, kelengkeng, dan buah lainnya yang mirip dengan pohon rambutan karakteristiknya ketika berbuah, buahnya ngumpul jadi satu dalam jumlah banyak?" Tanya Metty penasaran.
"Entahlah. Ayah tak pernah menjelaskan. Bisa jadi itu adalah keyakinan turun temurun yang cerita dan kebenarannya semakin lama semakin menghilang. Sama halnya dengan orang islam yang boleh makan daging sapi karena halal. Tapi bagi mereka penganut agama lain, sapi justru disucikan. Jadi kita tak perlu mempertanyakannya. Iya kan?" balasku pada Metty.
Ibu dan pendahulunya juga percaya bahwa pohon rambutan menjadi penangkal kejahatan. Maka dari itu, semenjak undang-undang sapu jagat berusaha diloloskan, beberapa hutan mulai dialih fungsikan, ibu menggunakan kepercayaannya untuk menggagalkan undang-undang itu. Caranya dengan menanam pohon rambutan dilahan yang akan digunakan pengusaha untuk pertambangan.
"Jadi hanya berdasarkan keyakinan saja ibu menanam pohon rambutan disana. Lalu manfaatnya apa coba? Bantah metty.
"Kamu coba bisa lihat sekelilingmu?"