"Wooooow. Indah sekali tempat ini. Kenapa aku tadi tidak melihatnya"
"Wajar lah. Kamu kan kalau bonceng selalu menghadap arah kanan." Sahutku
Sekali lagi, Metty mengagumi keindahan alam yang tersaji. Padang rumput hijau yang membentang dibatasi dengan pagar pohon-pohon besar, membuat tempat ini seperti surga tersembunyi. Tak terlihat dari luar, tapi akan sangat indah jika sudah di dalamnya, dan hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Atau tempat ini jadi salah satu alasan seperempat jalan menuju puncak telah diaspal.
Metty tak henti hentinya merasa takjub akan keindahan alam tersembunyi ini. Melihat ke padang rumput, kemudian menoleh sedikit ke arah kanan, ia menemukan sumber mata air dikerumuni beberapa binatang liar yang kehausan.
Metty kegirangan melihat tempat yang jarang sekali ia datangi. Dia hanya sibuk dengan kuliah-rumah dan lingkungan perkotaan yang ditumbuhi akar-akar besi beton bangunan gedung perkantoran. Ya meskipun dia bisa menikmati keindahan alam melalui dunia maya, tapi tetap saja rasanya akan sangat jauh berbeda ketika kaki menginjakkan kaki di alam nyata.
"Tuhan, apakah aku di surga untuk kedua kalinya." Teriak Metty tersenyum lebar.
" Lebih indah mana, tempat ini dengan yang tadi kita datangi. Tempatku menanam pohon rambutan?" tanyaku pada Metty.
Belum menjawab pertanyaanku, Metty memintaku bergegas turun dari motor. Sepertinya Dia ingin menikmati pemandangan indah bukan hanya dengan duduk memelukku di atas motor, tapi benar-benar menginjakkan kakinya di tanah keindahan.
"Kita duduk disini dulu ya. Aku ingin menikmati tempat ini dulu. Sebentar saja." Rengeknya padaku.
"Baiklah. Kita duduk saja dulu."
Berdua, aku dan Metty memilih duduk dan bersender  pada pohon yang usianya mungkin sudah 2 kali lipat dari usia kita berdua.