Amron sangat senang melihat usahanya menanam pohon membuahkan hasil. Setiap hari dia tersenyum memandang pohon-pohon itu.
Amron duduk di bangku kayu yang dia letakkan di bawah pohon mangga. Dia menyeruput kopi buatan Juwita istrinya. Dia merasa lega. Pohon-pohon yang dia tanam selalu didatangi oleh burung-burung yang entah darimana asalnya. Suara burung-burung itu sanggup mengalahkan suara mesin kendaraan yang lewat di depan rumahnya. Telinga Amron tidak disakiti lagi oleh suara hiruk pikuk dari jalan depan rumahnya.
Amron merasa seluruh rongga pernafasannya bersih, karena udara di sekitar rumahnya sudah disaring oleh pohon-pohon itu. Dia juga tidak merasa kepanasan di siang hari, karena cahaya mentari dihadang oleh rimbunnya daun-daun pohon.
Namun jika pohon-pohon itu berbuah, Amron selalu terganggu oleh suara anak-anak yang berebutan mengambil buah-buah itu. Entah datang darimana anak-anak itu, Amron tidak tahu.
Amron tidak bisa istirahat di siang hari, jika pohon-pohon itu berbuah. Pintu rumahnya selalu digedor anak-anak untuk minta izin mengambil buah-buahan. Amron Juga kerap diomeli oleh Juwita istrinya, krena daun-daun kering bertaburan di halaman depan rumah.
Tetangga dekat rumah, menatap Amron dengan wajah masam, jika berpapasan. Padahal dulu tetangganya sangat ramah dengan Amron. Tetangganya itu tidak suka karena dahan pohon yang ditanam Amron melebar ke atap rumahnya.
Â
Tak jarang petugas dari PLN datang menemui Amron. Mereka meminta Amron supaya rajin memangkas dahan pohon-pohon itu, karena sudah menggangu kabel listrik.
Amron tidak tahu lagi apa yang harus diperbuatnya. Usahanya menanam pohon itu, di satu sisi berdampak baik dan di sisi lain menyusahkan dirinya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H