Mohon tunggu...
AL ARUDI
AL ARUDI Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Lebih baik menghasilkan tulisan yang buruk, daripada tidak menulis apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ingin Lari dari Kebisingan

31 Juli 2024   20:42 Diperbarui: 2 Agustus 2024   14:17 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Seperti biasanya, pagi ini Amron duduk di beranda depan rumahnya. Di samping tempat duduknya terdapat meja kecil untuk meletakkan secangkir kopi dan sepiring kue. Sambil menyeruput kopi,  Amron menatap ke arah jalan  depan rumahnya. Matanya yang sudah rabun hapal dengan wajah orang-orang yang sering lewat di jalan itu.

Amron mengambil kaca matanya. Dikaitkannya di kedua telinganya. Dengan memakai kacamata dia akan lebih jelas melihat orang-orang yang lewat.

Namun hati Amron bukanlah senang melihat orang-orang yang lewat itu. Hatinya merasa geram, sebab telinga tuanya terasa tersayat mendengar suara kendaraan- kendaraan itu.

Dalam hati Amron, ingin rasanya dia melempar kendaraan-kendaraan itu. Tapi tentulah tidak mungkin dia lakukan. Orang-orang pasti akan marah kepadanya. Dan yang lebih berat lagi, jika orang-orang itu terluka, Amron juga yang akan menanggung biaya rumah sakit.

Terlebih jika pengendara itu emosi, dia pasti akan menyerang balik Amron dengan lemparan yang lebih parah. Dan jika pengendara itu paham hukum, dia akan menuntut Amron ke pengadilan, Amron akan dipenjara. Amron tidak mau menghabiskan masa tuanya dalam penjara.

Amron tak punya alasan kuat untuk membela diri, sebab jalan yang mereka lalui adalah jalan umum, siapa saja boleh menggunakannya. Amron juga akan merasa capek karena setiap hari harus berjaga untuk melempari orang-orang yang lewat.

Amron menghela nafas panjang, setelah menyeruput secangkir kopi hingga tandas. Tiga butir pisang goreng lenyap masuk ke dalam perut Amron. Selera makan Amron belum menurun, walau usianya sudah terbilang renta.

Dokter Puskesmas sudah menasehatinya untuk mengurangi gula, lemak dan makanan yang bersifat asin. Namun Amron tidak terlalu perduli dengan nasehat dokter itu. Bagi Amron sakit dan sehat seseorang sudah ketentuan Tuhan. Walaupun berusaha sekuat tenaga mengontrol makanan, jika sudah tua, penyakit tidak akan bisa dielak.

Amron teringat dengan jaman waktu dia masih muda. Dulu jalan depan rumahnya tampak tenang dari hiruk pikuk kendaraan. Udara masih terasa sangat sejuk dan jauh dari polusi. Dia masih nyaman menghirup udara pagi untuk menyegarkan paru-parunya. Burung-burung masih merdu berkicau di dahan pohon yang masih menghijau.

Namun Amron tidak mungkin memutar waktu untuk balik ke jaman yang telah lalu. Waktu terus maju secara alami. Tidak satu pun manusia yang bisa membalikkannya, sekalipun orang itu akhli di bidang waktu. Jaman sekarang sudah berubah. Manusia butuh cepat sampai ke tempat kerja, agar pekerjaan cepat selesai. Jika mengunakan sepeda atau berjalan kaki tentulah banyak waktu yang terbuang.

Amron melihat ada anak kecil bermain-main di seberang jalan. Mungkin anak itu belum bersekolah, pikir Amron. Umur anak itu baru sekitar empat tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun