Namun, Wiwin meragukan gagasan itu. Dia berpikir, apa yang bisa dilakukan Ibu di rumah mereka yang megah?
Namun, setelah beberapa kali berdiskusi, mereka setuju untuk mengundang Bik Anyun ke rumah.
Hari itu tiba. Ketika Bik Anyun datang, rumah megah itu terlihat asing baginya. Saat melangkah masuk, berbagai barang mahal dan lampu kristal seolah menyilaukan matanya. Namun, dia berusaha tersenyum. Bik Anyun merasa canggung memasuki rumah mewah itu. Kaki tuanya yang sudah keriput gemetar menapaki lantai keramik bergaya Eropa. “Wow, cantik sekali!” seru Bik Anyun tulus.
Wiwin dan Yuni berusaha memperlakukan ibu mereka dengan baik, tetapi percakapan mereka lebih banyak berputar pada kegiatan mereka yang sibuk mencari uang. Bik Anyun merasa seperti tamu di rumah anaknya sendiri.
Akhirnya, setelah beberapa jam, Bik Anyun meminta izin untuk pulang. “Ibu masih ada yang harus dikerjakan di warung.” jelas Bik Anyun dengan wajah menyimpan kekecewaan.
"Iya,Bu!" jawab Wiwin dan Yuni hampir berbarengan dengan nada datar. Mereka tidak bangkit dari tempat duduknya. Mereka hanya membiarkan Bik Anyun melangkah sendiri ke luar.
Bik Anyun pulang dengan menumpang angkot. Tidak ada basa-basi sedikit pun kedua putrinya untuk mengantarnya pulang. Padahal ada dua buah mobil bagus yang menganggur di garasi rumah anaknya itu.
Namun Bik Anyun ikhlas dengan perlakuan kedua putrinya. Pikir Bik Anyun kedua putrinya sedang sibuk. Sebab sedari tadi Wiwin dan Yuni hanya bicara soal bisnis mereka.
Dalam perjalanan pulang, dia merenung. Dia mulai menyadari bahwa harta dan kemewahan yang dimiliki anak-anaknya tidak membatasi hubungan mereka. Sebab kedua putrinya itu masih menerima kedatangannya, walaupun mereka acuh. Dia rindu saat-saat ketika mereka duduk bersama, menikmati keripik singkong, dan berbagi tawa.
Setiba di rumah Bik Anyun berpikir. Dia mencari cara bagaimana untuk mengukur rasa sayang kedua putrinya itu kepadanya. Terlintas di kepala wanita tua itu untuk berpura-pura sakit. Dia ingin mengabarkan kepada kedua putrinya itu, bahwa dia sakit.
Tapi, "Akh, bagaimana nanti kalau aku sakit beneran?" gumam Bik Anyun. Akhirnya dibatalkannya rencana itu.
Tiba-tiba bibir keriputnya senyum sumringah. Sebuah cara melintas di kepala Bik Anyun. Dia yakin cara itu akan membuat kedua putrinya akan datang kembali menemuinya.