***
Beberapa minggu setelah kunjungan Bik Anyun, Wiwin dan Yuni menerima pesan dari Bik Anyun. Pesan itu dibawa oleh seseorang yang kenal dengan kedua putri Bik Anyun. Orang yang membawa pesan itu masih bertetangga dengan Bik Anyun.
“Aku akan membuat pesta keripik singkong di pantai. Kembalilah ke asal kita. Ayo datang!” Isi pesan Bik Anyun yang ditulisnya di kertas. Bik Anyun tidak punya ponsel.
Terkejut, Wiwin dan Yuni terenyuh. Mereka berdua sepakat untuk datang, kali ini bukan untuk berphoto, tetapi untuk merasakan cinta yang terkubur di dalam keluarga mereka.
Hari pesta pun tiba. Suara tawa dan gelak kebahagiaan menggema di sepanjang pantai. Wiwin dan Yuni membantu Bik Anyun menggoreng keripik, menceritakan kenangan indah masa kecil mereka.
Bik Anyun melihat anak-anaknya dan merasa semua hal telah kembali ke tempatnya. Mereka tidak lagi dipisahkan oleh kesibukan hidup, namun dipersatukan oleh kasih sayang dan keripik singkong yang mengingatkan mereka akan cinta yang tulus.
Pada akhirnya, keripik singkong bukan hanya sekedar makanan; tetapi menjadi jembatan yang menghubungkan kembali tali kasih antara Bik Anyun dan anak-anaknya. Dan di tepi pantai, di bawah cahaya matahari senja, mereka menemukan bahwa keluarga adalah segalanya.
"Nanti kita akan kembangkan keripik singkong buatan Ibu. Warung Ibu akan kita bangun lebih modern. Kita buat kemasan keripik singkong Ibu seindah mungkin, agar pembeli tertarik," kata Wiwin sambil menatap Bik Anyun dan Yuni
"Ada yang lebih penting. Mulai saat ini Ibu tidak boleh lagi jualan keripik singkong. Ibu harus tinggal bersama kami. Kita akan membayar orang untuk menjaga toko keripik singkong milik Ibu!" ujar Yuni sambil memeluk ibunya.
Bik Anyun dan Wiwin tersenyum sambil manggut-manggut. Mereka berdua sangat setuju dengan ide Yuni.
Kemudian Wiwin dan Yuni bersimpuh di kaki ibunya. Mereka menyesal telah menyia-nyiakan ibunya dulu. Air mata mereka berdua berderai di kaki ibunya.***