Mohon tunggu...
Taufiqillah Al-Mufti
Taufiqillah Al-Mufti Mohon Tunggu... -

Jl. Jonggring Saloko, Madukoro, Semarang Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membedakan Dunia Entertaiment Dengan PMII (Refleksi PMII dan Teater Tranformasi)

1 Juli 2016   19:12 Diperbarui: 1 Juli 2016   19:19 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru pada tahun 1939-1945 bingkai penguasaan terbingkai dengan rapi, hal ini ditandai dengan konsolidasi untuk merealisasikan konsep Negara-bangsa (nation-state). Pada saat itu pula, komitment politik etis menjadi konsensus negara-negara penjajah. Ejahwantah politik etis tersebut termanifestasi sekitar tahun 1944 ada pertemuan Bretton Woods yang menghasilkan kesepakatan dibentuknya PBB, World Bank, IMF, IBRD, dan GATT. Lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi atas kemerdekaan negara-negara jajahan. Kebijakan inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar dinegara maju dan mulai merambah ke negara berkembang. Muncullah yang disebut dengan MNC (Multi National Coorporation) dan TNCs (Trans Nation Coorporations). Sampai sekarang penguasaan disektor ekonomi Indonesia oleh negara kapitalis menggunakan strategi demikian: yakni ekploitatif, totaliter dan bahkan represif.[8]

            Keterikatan ruang gerak PMII dilingkari oleh kekuatan ekonomi inilah yang sering kali menjadi perdebatan, baik sikap kritis maupun tranformasi praksis. Kungkungan kapitalisme global memang bagaikan gurita yang menjerembak, terlebih cobaan kalangan organisatoris, biasanya lemah dalam persoalan ini atau bahkan tidak mampu memberi solusi atas kejumudan.

            Sederhana kata, pembacaan dimana dan apa yang harus dilakukan oleh PMII seyogianya menilik konstelasi pasar (economic), baik pada tingkat nasional maupun internasional-global. Oleh sebab itu, keperpihakan PMII pada kapitalisme global berarti organisasi ini tidak ada bedanya dengan MNC (Multi Nation Coorporation) dan TNCs (Trans Nation Coorporation). Yakni: melakukan ekploitasi, penindasan terhadapa masyarakat dengan motif penguasaan pasar.

            Kedua, negara (the state). Mula-mula negara dibentuk dari kebutuhan atas suatu lembaga yang dapat melindungi, menjaga dan memberi jaminan keamanan, oleh masyarakat. Namun, kenyataan dalam perjalanan konsepsi negara; negara justru direpresentasikan sebagai kepentingan bersama yang berhak melakukan penguasaan, bahkan penjajahan terhadap bangsa sendiri. Lebih lanjut pembahasan tentang state, kemunculan sebuah negara dibangun diatas bangsa (nation). Bangsa atau nation: ia adalah komunitas politis dan dibanyangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus kedaulatan.[9]

            Ketika komunitas politik yang senantiasa dibanyangkan sebagai perekat, maka tatanan struktur yang ada didalam bangsa merupakan sisi representasi. Artinya, negara didirikan oleh sekelompok politis yang senantiasa melahirkan tatanan, struktur dan kebijakan yang dianggap sesuai dengan kepentingan.

            Maka negara senantiasa dikonsepsikan sebagai wadah komunitas atau golongan, yang secara politis menguasai komponen, struktur, ekonomi dan budaya bangsa (nation). Komponen bangsa dalam suatu negara ini memiliki cita-cita akan masa depan, biasanya disebut dengan nasionalisme, sebuah term yang dibanyangkan sebagai cita-cita masa depan dan telah menjadi narasi kolektif. Jelas kata, negara adalah komunitas politis yang kebetulan memimpin dan berdiri diatas bangsa yang senantiasa, dalam proses bernegara, melahirkan konsep jargon nasionalisme.

            Kembali lagi pada persoalan Negara. Dalam tatanan Negara terdiri dari struktur, kebijakan dan masyarakat (bangsa). Nah, dalam tahap yang sedemikian rapi dan sistemik, Negara -dengan komponen struktur dan kebijakannya- acap kali tidak memihak kepada masyarakat. Ini hal yang lumrah, karena kebengisan dan represifitas selalu mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, sejarah pun berbicara demikian, kedigdayaan Hitler berdiri di atas berjuta mayat-mayat dan orde baru mengangkangi kekeuasaannya diatas jutaan mayat yang saat itu diberi stereotip PKI.

            Dari rentetan sejarah kebiadapan kemanusiaan tersebut dilahirkan oleh kedua strukturisasi narasi terbentuknya konsep Negara diatas, yaitu struktur dan kebijakan (policy). Kekacauan serta kemiskinan yang berkepanjangan terus mengiringi kebengisan Negara demi tahta kekuasaan. Singkat kata, konteks kebijakan, Negara selalu saja tidak ada keberpihakan terhadap masyarakat. Lebih dari itu, biang kerok dari kemiskinan, krisis, dan kebodohan pantas dialamatkan, bahwa ini adalah kelakuan Negara. Dalam posisi demikian, gerakan mahasiswa berada dimana?

            Ketiga, Civil Society.   Jelas, struktur masyarakat kita memiliki relasi dengan ekonomi dan Negara. Hubungan Negara dan ekonomi menciptakan pola sistemik dalam berbangsa, bersosial, beragama, berpendapat dan berekonomi. Istilahnya, keduanya memiliki keterikan dalam jalinan hubungan manakala berdiri. Asosiasi kerangka tersebut –ekonomi, negara, dan masyarakat-pada gilirannya melahirkan kesadaran. Pada saat yang sama pula, tertindas dan tidak tertindas senyatanya jalinan hubungan tersebut, yakni relasi ekonomi dan negara.

            Lantas gerakan mahasiswa memiliki peran penting dalam melakukan penyadaran atau tranformasi relasi diatas. Keterpurukan ekonomi, yang harus mengisi pembendaharaan agenda tranformasi penyadaran, bahwa ketertindasan merupakan akibat sistem yang tak pernah memihak terhadap kepentingan rakyat. Kalau boleh ektrim, policyselalu hanya untuk perut para penguasa, dan orang kaya.

            Idealnya, gerakan mahasiswa tidak terpakut dalam ruang political structuralataupun economic oriented,oleh sebab itu, gerakan mahasiswa dapat menjadi bangunan yang menaungi sekaligus melindungi dari penindasan kedua domain diatas. Keberpihakan inilah yang menegaskan peran dan posisi mahasiswa sebagai agent of change,dan agent of control sicial. Nahdalam perjalanan selanjutnya, angan yang menjadi cita yaitu, dapat menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran kritis terhadap segala macam persoalan. Masyarakat tidak lagi menjadi korban kebijakan, bahkan momok pembangunan dan globalisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun