Mohon tunggu...
Taufiqillah Al-Mufti
Taufiqillah Al-Mufti Mohon Tunggu... -

Jl. Jonggring Saloko, Madukoro, Semarang Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Luka itu Harum

30 Juni 2016   00:15 Diperbarui: 30 Juni 2016   00:39 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Tahu apa kamu tentang Surti, kamu!” Bapak menuding sampai menjenggung kepala Ibu. Ibu terhuyung ke belakang dan aku terdorong mundur.

“Bapak! Kau lupa semua janji manismu padaku, sekarang kasar padaku, hampir tak ada bedanya perlakuanmu padaku seperti majikan kepada pembantu, tega kau!”.

“Hanya satu kalimat buat menjawab tuduhanmu, bungaku yang kini layu, kau mandul!, Harum bukan anakmu juga anakku, dia adopsi. Cukup beralasan aku lebih memilih wanita Jepara itu. Tak peduli aku pada bualan siang bolongmu itu, Oetari!” Sekali ini Bapak tidak menyertai ‘dek’ sebelum nama Ibu: Oetari, sebelumnya ‘dek Oetari’.

Dan Bapak menghilang dan pergi dengan motornya setelah kata-katanya tadi. Digasnya keras, sampai menyisakan beledug dan asap yang mengepul.

*

Hari-hari selanjutnya kuketahui Bapak sering membawa wanita yang jauh lebih muda dari pada umur Bapak. Kulitnya langsat, tubuhnya padat dan berisi dan kencang, mulus, dan halus. Ditambah pakaiannya yang menawan. Bibirnya yang dibiarkan alami tanpa lipstik membuat kecantikannya semakin alami. Kehadiran dan kedatangan pertamanya di rumah membuatku terpesona. Aku terbayang esok ketika aku besar akan tumbuh cantik, anggun, dan menawan seperti dia.

Baik sekali wanita muda itu padaku. Sampai kuketahui namanya Mbak Bunga. Tapi ia enggan kupanggil Mbak Bunga, padahal kukira sepadan kusebut ‘mbak’. Ia malah sering mengulang-ulang agar aku terbiasa dengannya menyebut: mama.Siapa dia hingga aku diminta ia memanggilnya mama.Tak sudi, aku!.Mama berarti Ibu, Ibuku Cuma satu ya Oetari itu. Telaten dan sabar menyayangi aku. Dibanding ia yang bermanis-manis dan mengumbar perhatian padaku hanya di depan Bapak. Lalu kemudian meletakan aku dan membiarkan aku sembarangan. Dan ia repot dengan dandanannya kembali. Tidak jarang menggerutu padaku karena aku acak-acak rambutnya. Ih!Mana bisa kusebut mama, kalau kelakuannya seperti setan.

Setiap kali ia datang bersama Bapak. Dan menyerahkan hadiah, yang ketika kubuka selalu berisi Barbie,boneka kesayanganku. Walau aku tahu, bukan dia yang membelikan aku tapi Bapak. Aku ingat, Bapak pernah janji bilang ‘akan membelikan boneka Barbiesebanyak dan semauku’. Walau kamarku dipenuhi oleh boneka kesayanganku tadi, tapi tidak juga hatiku ini dipenuhi oleh kasih dan sayangnya. Hanya kebencian yang dibalut dengan renda-renda, manis-manis, senyam-senyum kepadaku. Dan setiap setelah ia menyerahkan Barbie,selalu, ia membujuk aku untuk ikut bersamanya dan Bapak. Entah darimana ada dorongan sihir yang membuatku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk tidak ikut, karena aku masih ingin bersama Ibu. Rasa nyamanku bersama Ibu.

*

Ketok palu pengadilan begitu kerasnya, tidak hanya menggema di ruangan, tapi juga hatiku. Diputuskan oleh hakim bahwa Bapak-Ibu resmi bercerai. Artinya mereka tak akan satu rumah lagi.

Aku sadar sebagai anak adopsi. Sedih sekali aku pertama kali mendengar. Bahwa aku bukanlah bagian dari keluarga mereka, bukan pula sedarah. Hanya seorang anak yang dipungut, diangkat, dilabeli sebagai anak sendiri. Sekedar untuk menjadi pelengkap dalam kehidupan mereka. Sedih sekali aku merasakan kenyataan itu. Pedih sekali. Tapi kesedihan dan kepedihanku tadi tidak seberapa pahitnya dibanding perpisahan kedua orang yang berjasa memungut aku dan bebaskan aku dari yayasan yatim-piatu itu. Dan tak lagi aku ingat dimana aku dipungut, karena memori dan penglihatanku belum bekerja dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun