Namun, secara garis besar bisa dibedakan menjadi dua tingkatan: yang pertama, As-saabiquun al-muqorrobun, yaitu hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh; yang kedua, Al-Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang mubah. (Al furqon baina awliyair rohman wa awliyaisy syaithon hal. 51, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
Mengapa kita dianjurkan untuk berlomba-lomba menjadi salah satu wali Allah? Apa manfaatnya bagi kita? Hal ini dijelaskan di dalam sebuah hadits Nabi, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allh Azza wa Jalla berfirman, 'Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.'" (HR. Al- Bukhri, no. 6502)
Imam ath-Thfi rahimahullah berkata, "Hadits ini merupakan asas (dasar, pen-) tentang jalan menuju Allh Subhanahu wa Ta'ala dan metode supaya bisa mengenal dan meraih cinta-Nya. Karena pelaksanaan kewajiban batin yaitu iman dan kewajiban zhahir yaitu Islam dan gabungan dari keduanya yaitu ihsn, semuanya terdapat dalam hadits ini, sebagaimana semuanya ini juga terkandung dalam hadits Jibril Alaihissallam. Dan ihsan menghimpun kedudukan orang-orang yang menuju kepada Allah berupa zuhud, ikhlas, muraqabah, dan lainnya. (Fat-hul Bri XI/345, karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani)
Sebagai closing statement (pernyataan penutup) dari seluruh uraian di atas maka akan saya nukilkan dua perkataan ulama agar kita semua tidak salah niat ketika ingin menjadi salah satu dari sekian banyak wali-wali Allah. Pada intinya yang kita cari adalah ridho Allah, bukan karamah karena karamah adalah hadiah dari Allah untuk memperteguh keimanan seorang hamba bukan sebagai tanda dari kehebatan dirinya. Dan ridha Allah hanya dapat diraih dengan senantiasa istiqomah menjalankan syariatNya.
Berkata Ibnu Abil 'Izz, "Mereka tidak mengetahui bahwasanya pada hakekatnya yang namanya karomah itu adalah melazimi keistiqamahan, dan bahwasanya Allah tidaklah memuliakan seorang hamba dengan memberikannya sebuah karomah yang lebih mulia daripada menjadikannya sesuai dengan apa yang dicintaiNya dan diridhoiNya yaitu taat kepadaNya dan taat kepada rasulNya, loyal kepada para walinya dan memusuhi musuh-musuhNya" (Syarh Al-Aqidah At-Tohawiyah II/755)
Berkata Abu Ali Al-Jaurjani : "Jadilah engkau orang yang mencari keistiqamahan, jangan menjadi pencari karamah. Sesungguhnya jiwamu bergerak (berusaha) dalam mencari karomah padahal Robb engkau mencari keistiqomahanmu". (Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah II/754)
Wanas'alullaha salamatan wal 'afiyah
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Wali
https://almanhaj.or.id/3604-hadits-yang-paling-mulia-tentang-sifat-sifat-wali-wali-allah.html
https://rumaysho.com/9151-wali-allah.html