Mohon tunggu...
Anggara Adhari
Anggara Adhari Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

https://www.facebook.com/anggara.adhari.31

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Tertipu Wali Palsu

2 Desember 2017   06:47 Diperbarui: 2 Desember 2017   08:33 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.youtube.com

Meyakini bahwa Allah menitipkan karamah kepada sebagian wali-Nya adalah akidah Islam yang benar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: "Dan termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah meyakini adanya Karomah para wali dan apa-apa yang Allah perbuat dari keluarbiasaan melalui tangan-tangan mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-pengaruh." (Syarah Aqidah Al Wasithiyah hal.207).

Adapun meyakini bahwa setiap orang yang hendak mencapai derajat wali Allah dipersyaratkan harus memiliki karamah maka ini tidak benar karena sejatinya derajat kewalian tidak diukur dari karamah yang Allah titipkan kepada seseorang, tetapi diukur dari derajat keimanan dan ketakwaan seseorang sebagaimana kembali kepada definisi-definisi di atas. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karamah bisa jadi lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena itu, karamah yang terjadi di kalangan para Tabi'in itu lebih banyak daripada di kalangan para Sahabat, padahal para Sahabat lebih tinggi derajatnya daripada para Tabi'in. (Disarikan dari Majmu' Fatawa 11/283)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan bahwa secara kasat mata wali Allah tidak bisa dibedakan dengan manusia pada umumnya, beliau berkata: "Para wali Allh tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dan manusia umumnya dalam perkara yang mubah. Mereka tidak berbeda dalam hal pakaian, menggundul rambut atau memendekkannya, karena keduanya perkara yang mubah. Sebagaimana dikatakan, betapa banyak orang yang jujur memakai pakaian biasa, dan betapa banyak zindiq (perusak agama, pen-) yang memakai pakaian bagus."( al-Furqan Baina Auliy'ir Rahmn wa Auliy'is Syaithan hlm. 65-66, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly)

Mengapa pembahasan karamah kewalian ini harus didudukkan dengan baik? Karena banyak disalahpahami di kalangan masyarakat awam bahwasanya seorang wali adalah seseorang yang memiliki keajaiban atau hal-hal yang luar biasa. Padahal di dalam al-Qur'an, selain Allah menyebutkan tentang wali Allah, Dia juga menyebutkan adanya wali syaithon (setan). Sebagaimana di dalam firmanNya, "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut. Karena itu, perangilah wali-wali setan karena sesungguhnya tipu daya setan lemah." (QS. an-Nisa' 4: 76)

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar Rasyid rahimahullah memberi kesimpulan bahwa sesuatu yang di luar kebiasaan itu ada tiga macam: (1) Mu'jizat yang terjadi pada para Rasul dan Nabi, (2) Karamah yang terjadi pada para wali Allah, (3) Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan (Disarikan dari At Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313).

Lantas bagaimanakah kita bisa membedakan yang mana wali Allah dan yang mana wali setan? Dalam hal ini ada kaidah yang sangat bagus dari Imam asy-Syafi'i rahimahullah. Al-Mufassir (ahli tafsir, pen-) bermadzhab Asy-Syafi'i Al-Haafiz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata dalam tafsirnya, "Yunus bin 'Abdil A'la berkata, "Aku berkata kepada Asy-Syafi'i, 'Al-Laits bin S'ad berkata, 'Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air maka janganlah kalian tertipu olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur'an dan As-Sunnah'." Maka Imam Asy-Syafi'i berkata, "Al-Laits rahimahullah masih kurang, bahkan jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara maka janganlah terpedaya olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur'an dan As-Sunnah" (Tafsiir Al-Qur'an al-'Adziim 1/326. Perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dengan sanadnya dalam kitabnya Aadaab Asy-Syaafi'i wa Manaaqibuhu hal 184)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Barang siapa yang menyelisihi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka dia adalah musuh Allah 'azza wa jalla dan wali setan." (Majmu'atut Tauhid hlm. 331)

Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata, "Wali setan adalah orang-orang yang menyelisihi Allah 'azza wa jalla dan orang-orang yang tidak mematuhi anjuran Al-Qur'an dan As-Sunnah." (al-'Aqidah al-Islamiyah, hlm. 36)

Syeikh Ibnu Utsaimin --rahimahullah- berkata, "Diwajibkan bagi setiap umat Islam untuk menimbang perbuatan seseorang yang mengklaim dirinya sebagai wali dengan al Qur'an dan Sunnah. Jika sesuai dengan keduanya maka diharapkan ia adalah wali Allah, namun jika perbuatannya menyimpang dari al Qur'an dan Sunnah maka ia bukan wali. Allah -Ta'ala- telah menyebutkan dalam al Qur'an timbangan yang adil (penilaian yang obyektif) untuk mengetahui wali-wali Allah sebagaimana dalam firman-Nya, 'Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa' (QS. Yunus: 62-63). Barang siapa yang beriman dan bertakwa maka ia adalah wali Allah, begitu juga sebaliknya jika tidak beriman dan bertakwa maka ia bukan wali Allah. Dan jika dalam hatinya ada sebagian iman dan takwa, maka ia masih berpeluang untuk mendapatkan perwalian Allah. Namun demikian kita tidak boleh memastikan perorangan tertentu sebagai wali Allah, kita mengatakannya secara umum saja, bahwa bagi setiap orang yang beriman dan bertakwa maka ia adalah wali Allah. (Fatawa Muhimmah, hal: 83-84)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqolaani rahimahullah berkata, "Sesungguhnya yang terpatri di kalangan orang awam bahwasanya keajaiban/kesaktian menunjukkan barang siapa yang melakukannya adalah termasuk wali-wali Allah. Dan ini merupakan kesalahan dari orang yang mengatakannya. Karena sesungguhnya keajaiban/kesaktian terkadang muncul melalui tangan orang yang berada di atas kebatilan seperti tukang sihir, dukun, dan pendeta. Karenanya orang yang hendak menjadikan kesaktian sebagi bukti kewalian membutuhkan pembeda. Dan pembeda yang paling utama yang mereka sebutkan adalah dengan menguji kondisi/keadaan pemilik kesaktian/keajaiban tersebut. Jika orang tersebut berpegang teguh dengan perintah-perintah syari'at dan menjauhi larangan-larangan syari'at maka keajaiban tersebut merupakan tanda kewaliannya, dan barang siapa yang tidak demikian maka keajaiban tersebut bukanlah tanda kewalian" (Fathul Baari 7/383)

Dari seluruh keterangan di atas tentunya kita sudah dapat membedakan antara wali Allah dengan wali setan. Yang lebih penting dari itu adalah kabar gembira untuk kita semua bahwasanya kita semua memiliki kesempatan untuk menjadi salah satu dari wali-wali Allah dengan cara semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita dengan berlandaskan al-Qur'an dan as-Sunnah. Tentunya derajat diantara wali Allah yang satu dengan yang lain bertingkat-tingkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun