Wali dalam bahasa Arab (etimologi) berarti adalah 'seseorang yang dipercaya' atau 'pelindung', makna secara umum menjadi 'Teman Allah' dalam kalimat walyu 'llh (Majmu'atut Tauhid hal. 339). Kata 'wali' bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata 'al-wilayah' yg arti adalah 'kekuasaan' dan 'daerah' sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sikkit, atau terambil dari kata 'al-walayah' yg berarti pertolongan. Secara bahasa wali juga berarti "al qorib", yaitu dekat. Sedangkan secara terminologi, dasar para ulama untuk menyimpulkan makna wali Allah adalah firman Allah, Â "Ingatlah sesungguh wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yg beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS. Yunus 10:62-63)
Berikut ini adalah makna dari wali Allah yang disimpulkan oleh para ulama dari ayat tersebut:
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam kitab tafsirnya, "Allah mengabarkan bahwa wali-wali-Nya adalah setiap orang yang beriman dan bertakwa. Sebagaimana yang Allah jelaskan. Sehingga setiap orang yang bertakwa maka dia adalah wali Allah." (Tafsir Ibn Katsir, 4/278).
Imam Abu Ja'far At-Thahawi rahimahullah memberikan sebuah kaidah, beliau berkata,"Setiap mukmin (orang beriman, pen-) adalah wali Allah. Dan wali yang paling mulia di sisi Allah adalah wali yang paling taat dan paling mengikuti Al Qur'an." (Al-Aqidah ath-Thahawiyah, karya Imam Abu Ja'far ath-Thahawi)
Ibnu Abil 'Izzi rahimahullah berkata, "Wali Allah 'azza wa jalla adalah orang yang selalu melaksanakan segala yang dicintai Allah 'azza wa jalla dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala perkara yang diridhai-Nya." (Syarah al-'Aqidah ath-Thahawiyyah, hlm. 360)
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Maksud wali Allah adalah orang yang mengenal Allah, selalu mentaati-Nya dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya." (Fathul Bri XI/342, karya al-Hfizh Ibnu Hajar al-'Asqalani)
Imam al-Lalika'i rahimahullah berkata, "Wali adalah orang yang beriman kepada Allah dan apa yang datang dari-Nya yang termaktub dalam Al Qur'an dan terucap melalui lisan Rasul-Nya, memegang teguh syariatnya lahir dan batin, lalu terus menerus memegangi itu semua dengan dibarengi muroqobah (merasa selalu diawasi oleh Allah, pen-), kontinyu dengan sifat ketakwaan dan waspada agar tidak jatuh ke dalam hal-hal yang dimurkai-Nya berupa kelalaian menunaikan wajib dan melakukan hal yang diharamkan. (lihat Muqoddimah Karomatul Auliya', Al-Lalika'i, Dr. Ahmad bin Sa'd Al-Ghomidi, 5/8)
Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan, "Wali Allah 'azza wa jalla adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah 'azza wa jalla dengan berbagai amalan yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya." (Jami' al-'Ulum wal Hikam, hlm. 262)
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, "Wali Allah adalah orang beriman yang seakan-akan mereka dekat dengan Allah karena gemar melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Allah sendiri telah menafsirkan wali Allah dengan pengertian, mereka adalah yang beriman dan bertakwa. Mereka beriman dalam hal-hal yang diimani dan mereka bertakwa dengan menjauhi maksiat terhadap Allah. (Fathul Qadir 2/640, karya Imam Asy Syaukani)
Imam Ibnu Utsaimin berkata, "Wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Mereka merealisasikan keimanan di hati mereka terhadap semua yang wajib diimani, dan mereka merealisasikan amal sholih pada anggota badan mereka, dengan menjauhi semua hal-hal yang diharamkan seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara yang harom. Mereka mengumpulkan pada diri mereka kebaikan batin dengan keimanan dan kebaikan lahir dengan ketakwaan, merekalah wali Allah." (Syarah Riyadhus Shalihin no.96).
Dari sekian banyak definisi wali Allah di atas, tidak ada satupun ulama yang mempersyaratkan bahwa seseorang yang berhak menjadi wali Allah adalah mereka yang telah mendapatkan keramat atau karamah (keajaiban-keajaiban). Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I'tiqad 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)