"Kak, plis anteran Dea pulang. Kak Seni nggak kasihan sama Dea."
"Maaf Dea, Kak Seno mau pulang dengan dia," Kak Seno menunjuk gadis lain. Dia Kak Mawar kakak kelas jurusan IPA yang terkenal cantik dan pintar
Yang ditunjuk langkahnya semakin dekat. Aku mundur. Dadaku sesak, remuk berkeping-keping. Menghadapi kenyataan bahwa cintaku bertepuk sebelah tangan.
Tapi, aku tetap memaksa untuk menumpang. Meskipun harus menunggu Kak Seno mengantarkan Kak Mawar terlebih dahulu. Aku akan bersabar. Dan, menunggu seperti cintaku ini.
"Serius kamu, Dea. Mau di sini nungguin Kakak."
"Iya, Kak. Dea serius. Kakak 'kan tahu, nggak ada angkot yang menuju ke rumah Dea, di Perumahan Modern."
"Sen, kasihan juga kalau Dea ditinggal sendirian gini. Mendingan aku pulang minta jemputan yang lain deh."
Gadis itu pergi, Kak Seno menggaruk kepalanya. Meskipun begitu, gaya rambutnya masih saja terlihat rapi. Aku tersenyum puas.Â
Sekali ini aku bisa memeluk Kak Seno dari belakang. Tak ada penolakan. Ini baru awal, aku belum memenangkan hatinya. Tunggu satu atau dua bulan lagi. Kak Seno akan membalas renjana cinta tersembunyiku ini. Secara terang-terangan dialah yang akan lebih dulu mengatakannya.
Tunggu saja tanggal mainnya.
***