"Jangan genit-genit kamu sama Seno, Dea! Dia itu playboy tahu!"
Kakakku memberi nasehat. Menekan agar aku tidak berharap terlalu jauh. Kakakku takut aku akan patah hati. Kusampingkan perkataannya, tak peduli Kak Seno playboy atau apa. Aku tetap suka dan kagum kepadanya.
Pertama kali aku menghubunginya. Tanggapan Kak Seno begitu ramah, cepat sekali membalas pesan dariku. Aku yakin sekali waktunya hanya untukku. Kak Seno pasti masih jomblo buktinya pesanku tidak pernah terlewatkan.
Aku membuat keputusan Minggu depan akan menunggunya di parkiran.Â
Tepat pukul 2 siang, aku sembunyi di pagar sebelah kantin sekolah. Menunggu kehadiran Kak Seno yang sekarang sudah di depan mata. Dia berdiri di samping motornya. Aku menyusul dari arah belakang.
"Kak Seno!"
"Dea, kamu di sini?"
"Kak, boleh nggak Dea numpang sampai ke rumah."
"Loh, bukannya kamu pulang dijemput sama Rian."
"Kak Rian sibuk, katanya mau latihan basket."
Kak Seno tengah berpikir. Aku memohon.