Namun, sekarang Nia justru bercerita sebaliknya. Setelah dia duduk di kelas dua. Semakin hari Nia, sibuk dengan ponselnya. Senyum-senyum sendiri setelah membaca pesan.
"Iyah, dong. Mama harus tahu apapun tentang Nia. Karena Mama peduli. Sekarang, coba cerita sama Mamah. Kenapa kamu sama Gilang sudah tidak musuhan lagi?"
"Gilang suka penampilan Nia sekarang."
"Suka? Suka bukan berarti Nia sama Gilang, pacaran 'kan?"
Nia terdiam. Aku perlahan mendesaknya.
"Nia suka sama Gilang?"
Dia mengangguk. Aku menjadi semakin kuatir. Apa mungkin anakku sudah mulai pacaran? Ingin bertanya langsung. Nia tentu berkelit.
Kubelai ujung rambutnya agar Nia mengerti dengan perasaan ibunya. Bahwa aku ingin melarangnya berhubungan lebih dekat dengan lawan jenis.
"Mah, Apa Nia boleh pacaran?"Â
Hatiku semakin teriris, saat Nia meminta sesuatu yang termasuk pelanggaran.
"Nia kamu masih sekolah, Nak. Pacaran itu akan membuat kamu malas belajar."