"Banyak, Mah. Ada Iis, Dewi teman sebangku Nia. Maudi, Gita, dan Rosa."
"Kalau yang cowok, siapa?"
"Gi_" Hampir saja Nia ingin menyebut nama temannya itu. Lantas hening. Wajahnya menyembunyikan rasa takut. Takut melihat perubahan sikapku. Aku masih menunjukkan sikap biasa saja.Â
Mencoba memposisikan sebagai kawan, sahabat untuk anakku. Nia.
"Gilang, ya." Aku menebak namanya.
"Kok, Mama tahu."
"Jadi, bener namanya Gilang! Gilang teman sekelas kamu. Kamu lagi dekat sama dia? Bukannya dulu kamu musuhan."
Nia mungkin sudah lupa pernah cerita soal temannya itu. Yang sering gangguin dia, mengatakan Nia hidungnya pesek.Â
"Mamah kok masih ingat saja sih." Rona wajah Nia bersemu merah.
Dari kelas satu, Nia dan Gilang satu kelas. Mereka bukan kawan yang rukun. Setiap kali mencela nama Gilang, di depanku. Sepulang dari sekolahnya. Nia mengadu.
"Gilang nyebelin, Mah. Masa dia suka nyuruh-nyuruh Nia. Mentang-mentang jadi ketua kelas, dan Nia sekretaris kelas. Disuruh ngambil buku, bukannya bantu malah Nia juga yang bawa sampai ke kelas. Dan, yang paling Nia sebel dia suka manggil Nia sek-pesek. Akhirnya, teman-teman yang lain juga ikut-ikutan." Ocehan Nia masih saja tersimpan di memori otak.