"Sok tahu," tapi selalu benar ucapan Feri.
"Gua udah kenal lama Lu, Ja. Jadi apapun yang lu pikirin bisa gua tebak dengan jelas. Bisa jadi, lu bertengkar sama Keti atau memang kalian berdua sudah punya hubungan lebih dari itu."
"Ngaco Lu, Fer. Lu salah," Baja lekas memotong.
"Percuma Ja, Keti Lu pikirin. Gadis itu tak mungkin mikirin Lu. Lu cuma jadi pelarian. Setahu gua Keti cuma cinta dengan mantan pertamanya, jika pun ada rasa sayang itu untuk orang lain!"Â
"Diam, Fer!"
Baja benar-benar marah mendengar ucapan Feri. Semua fakta. Mirisnya dia ingin memiliki Keti. Baja sudah terlanjur sayang kepadanya. Mungkin tidak untuk sekarang ini, Baja akan menunggu setelah lulus sekolah.Â
Baja akan bisa membuat Keti jatuh cinta lagi dengan pria lain. Keti harus move on, dia tak pantas menangisi pria yang tak setia apalagi mengharapkannya. Baja yakin dia sanggup membahagiakannya.
"Oke, Ja. Itu terserah Lu. Resikonya lu sendiri yang nanggung."
Pak guru melangkah masuk kelas, Feri beranjak dari bangku Baja.
Ia tak dapat fokus mengikuti pelajaran hari ini. Pikirannya tertuju pada Keti. Menantikan kabar darinya, ponselnya belum juga berdering oleh deretan jawaban pesan basa-basi gadis itu.
Ingin memulai tetapi pesan semalam juga belum kunjung dibalasnya.Â