Part 15. Pacar Pertama
-
Kerumunan lebah beterbangan di atas kepalanya, dari koloni-koloni terkecil dan hanya ada satu raja yang memerintah. Mimpi mengenai lebah berulang kali terputar membuat tanda tanya dalam cuplikan kehidupan gadis itu.
Ia sampai terlambat mengikuti tugas praktek Komputer. Beruntung pintu ruangan masih setengah terbuka. Saat masuk tak sengaja tatapan Keti beralih di bangku pojok dinding. Dua pasang anak remaja tengah berpelukan erat tanpa malu seperti adegan film cookies kemarin siang.Â
Kejadiannya juga sama di sekolahan, perangainya kini teman satu kelasku. Albert pria bermata sipit, siswa baru pindahan dari Kota Metropolitan. Keti mencibir karena perempuan bersamanya rupanya Eca. Mereka cepat sekali berpacaran. Hubungan yang berlebihan tanpa malu tiada guru di saat mengerjakan tugas. Mereka asyik bercinta.
Keti duduk pada bangku deretan tengah. Memulai menghidupkan layar persegi empat. Ketika akan membuka aplikasi Corel Draw untuk tugas praktek jemarinya beralih mengklik google search untuk mencari sesuatu tentang arti mimpi.
Kalimat, arti mimpi dikerubungi lebah. Klik kiri pada mouse. Setelah itu keluar banyak sekali pembahasannya. Seperti ini.
'Mimpi melihat lebah terbang bisa berarti masalah, tetapi jika lebah terbang di sekitar kamu, ini meramalkan kebahagiaan, keberuntungan dalam cinta, dan mengatasi kesulitan kamu.'
Membaca sebuah kalimat itu membuat Keti merasa bodoh. Mengapa ia takut dengan sesuatu yang belum terjadi? Bukankah kehidupan sudah ada yang mengatur. Sudah ada sutradara. Di atas langit yaitu Tuhan. Tak perlu dicari suatu saat akan terjawab sendiri.Â
...
"Kamu tahu 'kan. Ini jam 4, setengah jam lagi selesai. Kenapa baru datang?" Ujar Deva.
 Keti berusaha mencari Jawaban yang membuat Deva lebih memahami.
"Maaf Cokelat, sahabat terbaikku. Aku terlambat karena tugas rumah benar-benar banyak."
"Ingat, Ket. Kamu harus disiplin waktu. Tidak ada alasan apapun. Jadi sebagai kapten basket. Aku harus tegas ke semua pemain. Kayak kamu, dasar pesek!"
Keti menggerutu dalam hati jika Deva memanggil nama Keti dengan sebutan pesek.
"Jangan panggil aku pesek!"
"Ya sudah. Jangan panggil aku Cokelat!"
Telapak kaki mungil si gadis meloncat sedikit keatas diulang-ulang, kesal. Sikap Manjanya akan keluar saat bersama dengan sahabatnya. Deva mengacak rambut Keti, ia pun menunduk malu.Â
"Oke, pesek. Selesai latihan kamu ikut aku ke rumah Putra."
"Putra! Teman sekelas ku?" Keti terperanjat.
Bukankah Deva tak pernah kumpul bersamanya. Lalu, tiba-tiba saja dia mengajak Keti bersama ke rumahnya. Saat Keti kembali menatapnya dia sudah berlalu, melangkah jauh menuju kerumunan para pemain yang lain.
**
Bersandar di bahu belakangnya terasa nyaman. Deva sahabatnya tengah mengayuh sepeda dengan riang. Dia tampak bahagia saat keduanya saling bercerita pengalaman hidup. Seperti kemarin Deva yang salah makan, pernah ngerjain teman sekelas dan obrolan berakhir soal mengagumi teman.
Ada saja tingkahnya di sekolahan. Mereka beda kelas jadi Keti tak pernah tahu keisengan yang sudah dilakukannya. Deva terlalu jujur menceritakan apapun kepadanya termasuk masalah pribadinya di luar sekolah.
"Turun, Sek. Sudah sampai."
Ucapan Deva membuat Keti tersadar dari lamunan. Terlihat sebuah jembatan di sebelah utara ada sungai yang memanjang lalu ada rumah tak bertetangga. Deva mulai memasuki rumah tersebut dengan Keti yang berjalan beriringan. Tangannya mengetuk pelan pintu cat berwarna hitam. Putra membuka pintu rumahnya dan tersenyum menyapa mereka.
Putra sudah mempersiapkan cemilan dengan minuman tanpa harus kawannya menunggu lagi. Sepertinya kedatangan mereka ke situ sudah direncanakan. Keti menebak sendiri itu pasti.
"Ket, ada seseorang yang ingin menemui-mu," ucap Putra membuka pembicaraan.
"Siapa?"
Sosok pria berbadan tegap, sedikit gempal dengan lesung pipit sebelah pipi menyembul dari arah dapur. Duduk bersama mereka. Tak sengaja mata Keti bertemu lalu ia arahkan pandangan lain menuju ke wajah Putra.
"Ket, ini Richat teman semasa kecilku. Rumahnya dekat dari sini di seberang selatan itu."
Jari Putra menunjuk kebun di pinggir jalan sungai, hanya melihat lewat jendela kaca tamu. Rumah Richat sudah bisa terlihat jelas. Keti hanya mengangguk-angguk kepalanya dua kali, sebagai tanda mengerti.
Richard mulai memainkan gitar miliknya, yang sudah di taruh di pojok dinding sejak tadi. Sedangkan Deva memainkan tangannya lewat meja kursi tanah dan kaki. Sampai mengeluarkan bunyi ketukan layaknya drum yang pas dengan irama lagunya.
Richard bertanya tentang lagu apa yang Keti sukai? Lagu Merpati Band sudah ia mainkan saat Deva menjawab lagu kesukaannya. Mereka bersama menyanyikannya. Pertama lagu berjudul, Sendiri Dulu kemudian berlanjut lagu Bintang Hatiku
**
Hampir setiap malam Richat menghubungi Keti. Menanyakan hal sepele sebagai bentuk rasa perhatian.
Pesan pertama
[Ket, jangan lupa maem]
Keti cuek saja. Kembali dia mengirim pesan BBM.
[Ket, jangan lupa belajar]
[Ket, met tidur semoga mimpi indah]
Dasar lebay, pesan terakhirnya membuat Keti menahan rasa mual. Dia pikir dia siapa? Buat apa mimpi bareng dia? Pacar bukan, temenan juga baru seminggu. Keti berpikir pria itu salah makan.
Nada dering panggilan telepon menyala, tercantum nama 'Richard' di sana.
"Halo, mau apa nelpon malem-malem gini sih?! Ganggu tahu." Sembur Keti.
"Uluh-uluh, jutek banget sih. Ket. Gemesin banget." Ujar Richat merayu dengan suara yang dibuat-buat.
"Terserah, kamu lah!"
Telepon di loudspeaker ponsel Keti dibiarkan saja di atas ranjang. Richard masih saja berkata sendiri. Walaupun Keti tak menanggapi bahkan gadis itu hampir terbawa ke alam mimpi. Esoknya Richard akan mengirimkan rentetan pesan, kesal, perhatian lebih untuk Keti. Sampai berbulan-bulan Richard melakukan hal ini.
Lama kelamaan Keti menjadi terbiasa dengan bentuk perhatiannya. Sehari saja dia tak menghubunginya, Keti merasa ada yang kurang lantas ia akan menanyakan kabarnya lewat Putra.
Hingga pada malam minggu kali pertama, Keti izinkan dia datang ke rumahnya. Richard menaiki sepeda ontel zaman dahulu.
Awal pertama ikut menaiki sepeda bersamanya, hati Suketi seraya bergetar dan jantung ikut mengaduk suasana. Entah, apa yang ia pikirkan saat ini? Apakah Keti mulai jatuh cinta untuk pertama kalinya? Pada sosok pria yang bernama Richard.
Sampai suatu ketika, Richard pun mengatakan perasaannya. Mereka akhirnya resmi berpacaran. Kadang dia mengajak Keti berkunjung ke rumahnya. Mengenalkan dengan kedua orang tua.Â
Di teras rumah, duduk berdua ia memainkan gitar dengan iringan suara Keti. Keti berharap inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Bahagia jatuh cinta dengan seorang pria gempal dengan lesung Pipit di pipi kanannya.
"Cute, aku mencintaimu semenjak kali pertama kita bertemu," pernyataan Richat di kala senja.
Richard memanggil Keti dengan sebutan, Cute yang memiliki ungkapan, Cinta untuk terindah. Keti mencari sebutan yang pas untuk memanggilnya.
"Cips."
Dia pun bertanya, "apa artinya?"Â
Lalu Keti menjawab lugas, "Cinta ingin setia."Â
Richard tersenyum kemudian mereka memperkeras suara tawanya.
"Bisa-bisa," seru Richard mengatakan itu berulang-ulang.
Mereka mulai saling memandang dalam diam, dalam hangatnya malam di dalam pelukan. Keti merasakan menjadi wanita istimewa untuk seorang pria pertama yang membuatnya jatuh cinta.
***
Â
Pemalang, 13 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H