"Di mana Mas Tejo?"
"Ada Mbak, bentar Mbak. Silahkan masuk dulu."
"Aku nda sudi masuk, panggil Mas Tejo kemari."
Sang suami muncul tergopoh-gopoh, "Mau apa lagi ke sini?"
Suaminya menanyakan maksud kedatangannya. Para tetangga yang usil menonton dari pagar rumah masing-masing. Ada yang saling bergosip, bahwa Pak Tejo sedang dikuliti istri pertamanya.
Mak Yah dengan pasrah meminta haknya, "Aku butuh duit, Mas. Buat kebutuhan sekolah anak."
Istri kedua mempersulit keadaan, "Kalau ada butuhnya baru mau kemari. Dari kemarin kemana aja."
 Istri kedua bersikap angkuh. Secara terang-terangan mengatakan sesuatu yang membuat darah tinggi Mak Yah naik.
Mak Yah hampir tersulut emosi, beruntung Pak Tejo segera mengambilkan uang dari laci almari. Menyuruh istri pertamanya segera pergi. Mengusir Mak Yah dengan halus, sebelum ada percekcokan diantara kedua istri sah dan sirinya.
Dengan hati-hati Mak Yah menyimpan uang itu ke dalam dompet. Pergi tanpa pamit dengan wajah kusut menahan marah dan lumayan lega menerima uang dari Pak Tejo. Meskipun kecewa sebab sang suami lebih memilih tinggal bersama istri sirinya.
"Teganya Mas Tejo menikah tanpa persetujuanku dan memberlakukan aku seperti ini," ucap Mak Yah membuat dadanya sesak menahan sakit.