Mak Yah mencaci sepanjang hari di dapurnya. Keti masih melukis gunung beserta rerumputan coretan tangan kali ini membentuk rumah segitiga. Memandang Ibunya lantas tertawa.
Semua sudah siap, Mak Yah menaruh makanannya di atas meja. Tapi, kakinya terkilir. Keti, Kira menyerbu ke meja makan.
"Aduh, duh..Gusti!"Â
Melihat sang Ibu yang kesakitan. Kira segera menuntunnya ke dalam kamar. Pikiran Mak Yah kacau, kepalanya berdenyut. Kaki yang tiba-tiba terkilir. Nasib sial terus menimpanya.
"Kira, ambil beras kencur dari dalam laci. Taruh ke piring, lantas dihanyutkan dengan air hangat.
Kira menurut. Selepas makan Keti menuju  kamar sang Ibu. Mak Yah menyuruh Keti mencuci tangan terlebih dahulu. Kira datang menyediakan obat tradisional yang diminta-- beras kencur tersebut diusapkan ke kaki sang Ibu. Dan, didiamkan beberapa jam sambil Mak Yah beristirahat.
**
Mak Yah berpikir bagaimana caranya mendapatkan modal jualan. Meski belum sembuh benar. Terpaksa keluar mencari pinjaman ke salah satu tetangga. Bu Laras berstatus penyediaan utang berbasis bunga.Â
"Bu Laras, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Eh..., Bu Yah. Silahkan masuk, tumben mampir. Ada apa Bu?"
Ia mulai berbasi-basi menanyakan kabar Bu Laras. Berbincang soal harga cabai yang semakin mahal. Hingga menuju maksud tujuan kedatangannya kemari niat berutang.