"Aku kangen kamu, Pras_" suaraku tercekat dan membatin mengapa aku harus memiliki rasa cinta kepadamu Pras.Â
Rindu ini begitu menyiksaku, makin sakit tak bisa memilikimu, bagaimana caranya menyimpan rasa ini jika setiap hari kita bertemu.Â
Mamah keluar mendengar tangisanku, "Vika mengapa, Pras?"
"Vika sangat senang karena Tante pulang," ujar Pras bohong.Â
Mamahku selalu sibuk dengan urusannya, jika dia orang tua yang baik tentu akan meminta maaf. Tetapi sepertinya, Mamah enggan mengurus permasalahan kecil. Aku memahami Mamah, sayang mamah tak pernah mengerti dengan perasaanku.
Aku masih saja diam, Mamah berlalu menuju dapur kembali lagi membawa minuman air putih yang kukira untukku. Mamah meneguk air itu tanpa sisa. Aku makin kesal.
"Mamah juga seneng bisa melihat anak mamah sehat-sehat saja, Mamah percaya anak mamah sudah dewasa bisa hidup mandiri tanpa mamah di sini. Bukan begitu, Vika."
Pras mengacak rambutku, sengaja. "Tante, sepertinya papah manggil deh."
"Oke. Pras, Tante ingin mulai sekarang kamu panggil Tante dengan sebutan Mamah. Kamu juga Vika panggil Om Pram papah juga ya."
Aku hendak menggeleng, Pras mulai usil membuat kepala ini mengangguk melalui telapak tangannya dari belakang. Aku pun menginjak kakinya membuat Pras sedikit bergumam, "Aauw .... "
Mamah sudah pergi, Pras ingin membalas-- aku menghindar. Tertawa terbahak-bahak, "Syukurin, makanya jangan mulai duluan," kataku penuh kemenangan.