Kata orang cinta akan membawa kita dalam kebahagiaan namun pada kenyataannya tidak demikian. Aku berharap lebih kepada kekasih yang telah membersamai-ku -- selama lima tahun dan memutuskan hubungan ini tanpa sebab.
Aku menerima undangan pernikahan darimu, hatiku perlahan remuk berkeping-keping. Kurasakan tiada guna aku hidup di dunia ini. Langkah telapak kaki terseok tanpa arah seketika dari arah lain mobil BMW berwarna putih siap menerjang.
Ada yang menarik lenganku dan aku terjungkal di tepi jalan, dalam pelukan lelaki asing tanpa dikenal.
"Lepaskan, untuk apa kamu membantuku. Seharusnya biarkan saja aku mati, untuk apalagi aku hidup di dunia ini," ucapku penuh emosi.
Aku terisak tanpa daya, dia pun menegaskan bahwa dia hadir sekadar membantu.
"Kamu terlalu konyol, jika bunuh diri. Hidup ini indah setiap bersama orang yang kita cintai," tutur dia menatapku tanpa berkedip.
"Kamu salah, kamu tidak tahu apa yang aku rasakan. Cinta itu busit, omong kosong," amarahku makin membuncah.
Dia terus membujukku dan membawa ke tempat lain. Segelas air putih hangat ku teguk pelan, aku berbaring di sofa panjang. Tubuhku lelah dan makin ringkih. Mataku sembap karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
Bodohnya aku mau di ajak ke sini hanya dengan memandang guratan wajah-- sudah terpancar kebaikan. Aku langsung percaya begitu saja.
Entah, apa yang terjadi kepadaku? Ketika tersadar dari tidur yang panjang, diriku menatap heran kepada lelaki asing yang masih menutup mata, mendekap kedua lengan berada di sampingku. Aku pun mengguncang pundaknya.