Mohon tunggu...
Akhmad Jayadi
Akhmad Jayadi Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Pamekasan, Madura. Menuntaskan studi S1 di Malang. Sampai sekarang sudah 3 tahun lebih bekerja di Jakarta, di sebuah LSM,The Habibie Center.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cenderawasih Hitam

25 September 2010   10:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:58 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mata Istri saya berkaca saat saya sampaikan berita duka itu. Martinus yang telah dikenalnya selama beberapa hari lalu kini telah pergi. Saya tidak kuasa menahan air mata saya. Saya memalingkan muka dari istri saya. Lalu istri saya memeluk saya dari belakang. “Mas, setidaknya ada sebuah keindahan dalam kepergian Martinus. Walau dia sakit setelah kecelakaan itu, dia masih bertahan sampai ujian, sampai dia kumpul kembali dengan keluarga”. Saya hanya mampu menarik nafas.

***

Keponakan saya yang masih TK, seusia anak bungsu Martinus-Wilhelmina, siang itu, saat mata saya masih sembab dengan air mata, datang mendekat setelah dia menonton televisi di ruang tengah.

“Om, katanya kemarin mau cerita tentang cenderawasih. Ayo, cerita dong Om tentang burung itu”.

Saya terperanjat. “Ya Tuhan” fikir saya, “betapa Engkau mengirimkan berita duka itu tidak hanya lewat SMS teman hari ini, tapi ternyata atas KuasaMu Kau beri saya pertanda tentang Martinus lewat televisi kemarin, tapi sayang saya tidak sadar.”

Saya mulai sibuk menata perasaan saya. Saya bingung mau cerita darimana dengan alur apa. Biasanya saya selalu menemukan cerita saat anak saya minta cerita tentang hewan, fable. Tiba-tiba saya ingat pada Tinus, istri dan anak-anaknya

“Dedek, konon ada seekor cenderawasih hitam, kecil dan gemuk”. Tangan mungil ponakan saya menepuk lengan saya. Dia protes.

“Tapi Om, kan cenderawasih itu kuning, kurus dan panjang?”. Saya sadar bahwa saya memikirkan Tinus yang memang gemuk, pendek dan hitam.

“Iya, dedek betul. Tapi cenderawasih ini beda di antara yang lain. Walaupun hitam seperti gagak, dia sangat baik hati. Boleh Om lanjutkan?” Ponakan saya mengangguk. Dia mulai mendengarkan dengan seksama.

“Namanya Tino.” Ponakan saya menyeringai sampai matanya hampir terpejam, dia suka nama itu.

“Dia sering mengembara dari satu hutan ke hutan lainnya. Dia tinggal di Nabire, tapi suka mencari teman dan makan di hutan lain untuk menambah pengalamannya. Kadang dia ke Sorong, kadang Biak, kadang Merauke, bahkan pernah ke hutan Jogja.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun