Mohon tunggu...
Akhmadi Swadesa
Akhmadi Swadesa Mohon Tunggu... Seniman - Menulis Fiksi

Menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selangit Sesal

4 Agustus 2024   13:59 Diperbarui: 8 Agustus 2024   14:02 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Ilustrasi sumber: pixabay

Oleh: Akhmadi Swadesa

     BEBERAPA hari ini memang hujan turun lebat. Jalan menuju lokasi pertambangan batu bara yang tidak beraspal tentu saja menjadi becek. Kendaraan roda empat jarang yang mau nekad menerobos masuk ke kawasan itu, kecuali beberapa mobil perusahaan yang berkekuatan ganda alias 4 WD.
   

   "Kalau menunggu mobil perusahaan bakal lama, tidak pasti kapan adanya," kata satpam di pos penjagaan, kepada mister Lie, lelaki paruh baya yang berasal dari Korea, yang sangat pasih berbahasa Indonesia. Mister Lie ada urusan penting dengan pihak perusahaan tambang batu bara itu.
     

Baca juga: Rindu Kekasih

   "Ya, saya tahu itu. Mungkin tidak ada salahnya juga saya mau coba naik kendaraan lain. Karena saya perlu berurusan dengan cepat ini. Masih banyak urusan lain di ibukota yang harus diselesaikan," sahut mister Lie enteng dan ramah. "Saya mau coba naik ojeg motor saja. Karena dengan sepeda motor bisa pilih-pilih jalan yang tidak becek."
    

    Kebetulan saat itu, di bawah sebuah pohon yang rindang, ada seorang tukang ojeg berusia muda, sedang duduk di atas motornya sambil sibuk sendiri dengan handphone androidnya.
   

  Mister Lie bersuit memanggil. Tukang ojeg itu menoleh, lalu mengangguk. Menyalakan mesin motornya dan menghampiri mister Lie di pos penjagaan.

Baca juga: Kesal

     Orang Korea itu nampak senang melihat tampang tukang ojeg itu, yang dinilainya baik dan bersahabat. Mister Lie mengutarakan maksudnya. Tukang ojeg itu mengangguk. Oke. Mister Lie segera naik ke boncengan. Sepeda motor matic ojeg itu segera meluncur masuk ke jalan kawasan pertambangan.
   

  "Siapa situ punya nama?" tanya mister Lie.
    

 "Nama saya Tegar, Mister," jawab tukang ojeg.

     "Sudah berapa lama jadi seperti ini?"

     "Maksudnya, jadi tukang ojeg ini? Lama juga, Mister. Sudah hampir dua tahun ini."

     "Macam sekolahmu apa?"

     "Saya tamatan SMA. Mau kuliah belum ada biaya. Selain ojeg ini, saya bisa kerja apa saja."

     Mister Lie mengangguk-angguk. Ada beberapa kali lagi orang Korea itu datang ke kawasan pertambangan itu, dan dia selalu minta diantarkan oleh Tegar. Sampai kemudian Tegar diajak mister Lie bekerja di perusahaan miliknya yang bergerak di bidang pertambangan batu bara. Dan dengan demikian, Tegar pensiun jadi tukang ojeg.
                                           
 ***
     Pada banyak tahun kemudian.

     Sebuah mobil Alphard varian terbaru warna hitam metalik perlahan memasuki halaman restoran yang besar dan mewah di tepi pantai itu. Ratusan mobil mewah berbagai warna dan merek sudah memenuhi tempat parkir.

     Mobil Alphard yang baru masuk itu langsung menuju pintu utama. Di sana sudah ada beberapa lelaki muda berpakaian rapi yang siap menunggu. Wajah-wajah mereka nampak cerah dan bersemangat.

     Ketika akhirnya mobil Alphard itu berhenti di depan pintu utama, sopirnya bergegas turun dan membukakan pintu tengah. Seorang lelaki gagah yang nampak matang dalam segala hal itu, turun lebih dulu dari mobil, diikuti oleh istri dan dua orang anak mereka, laki dan perempuan, yang masing-masing kira-kira berumur sepuluh dan sembilan tahun. Pakaian yang mereka kenakan sangat berkelas, dari merek-merek yang terkenal.

     Para anak muda yang berpakaian rapi yang menunggu di depan pintu masuk, segera menghampiri seraya membungkuk hormat.

     "Selamat siang, Pak dan Bu Haji...." sambut mereka serempak.

     "Siang...Terima kasih...Bagaimana, apa semua undangan sudah pada datang?"

     "Sudah, Pak Haji. Semua hanya menunggu Pak Haji saja, termasuk Bapak Bupati juga sudah tiba dari tadi."

     "Oh ya. Baik."

     Sementara di salah satu sudut restoran mewah itu, pada sebuah meja bundar yang besar, yang di atasnya penuh dengan berbagai macam hidangan yang enak-enak, dan semuanya gratis untuk seluruh yang hadir, berkumpul para ibu yang juga diundang pada acara perhelatan itu. Ada yang datang bersama suami, namun ada pula yang hadir hanya sendiri atau bersama putra-putri mereka.

     Risnayanti hadir bersama putra tunggalnya, tanpa suami. Dia sudah berpisah dengan suaminya yang berstatus pegawai pemerintah tiga tahun lalu, ketika mereka masih tinggal di kota provensi. Dan kemudian Risnayanti pindah ke kota kabupaten ini, karena mendapat tawaran bekerja di sebuah perusahan perkebunan kelapa sawit, sebagai tenaga administrasi. Baru dua bulan jalan ini.

     "Dengan siapa datang kemari, Dik?" tanya seorang ibu yang duduk di sebelah kanannya, ramah.

     "Dengan putra saya ini," jawab Risnayanti, seraya menepuk pundak Topan, anaknya yang duduk di samping kirinya.

     "Bersama suami? Mana suaminya?"

      Risnayanti tersenyum kecut. "Tidak ada, Bu. Saya hanya bersama anak saya ini, diajak teman juga hingga saya datang ke acara...."

      "Acaranya Haji Tegar Budiman," potong ibu itu, tersenyum. "Ini acara semacam syukuranlah, atas keberhasilan pak Haji Tegar sebagai pengusaha tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit, dan lain sebagainya, masih banyak lagi usahanya, ya, termasuk restoran mewah di mana kita sekarang berada."

     "Oh, acara syukuran."

     "Nah, itu dia sudah tiba di sini!" kata ibu itu sambil mengarahkan pandanganya ke pintu utama. "Itu dia pak Haji Tegar Budiman, bersama istrinya yang cantik dan dua anak mereka!"

     Semua tamu, termasuk pak Bupati, berdiri dari duduknya dan bertepuk tangan menyambut kemunculan sosok pengusaha sukses, Tegar Budiman.

     Semua mata tertuju kepada bigbos itu, yang tidak lain adalah lelaki yang tadi barusan turun dari mobil Alphard keluaran terbaru, bersama istri dan dua orang anak mereka.

     Risnayanti serasa ingin pingsan begitu menyaksikan sosok yang sangat dihormati dan dikagumi oleh orang-orang itu. Dia perlahan mengucek-ngucek kedua matanya, berharap dia salah lihat dan sosok itu sama sekali tidak dia kenal! Tapi ternyata tidak! Sosok itu sangat dia kenal dan pernah mengisi hari-hari dalam kehidupannya. 

     Sebuah episode yang lama dan muram. Itu benar. Dia benar Tegar Budiman!

     Bapak Bupati segera naik ke panggung yang dibuat sangat glamour itu. Dan berpidato panjang-lebar, terutama mengenai sosok Haji Tegar Budiman, sang pengusaha sukses.

     "Asal tahu saja, Pak Haji Tegar Budiman ini, dulunya juga hidupnya susah. Berbagai pekerjaan beliau lakoni. Dari tukang service komputer, tukang cukur rambut, kuli bangunan, sampai yang terakhir beliau jadi tukang ojeg...Dalam periode sebagai tukang ojeg inilah, Pak Haji Tegar mengalami dua peristiwa yang menurut ceritanya sendiri kepada saya beberapa waktu lalu, tidak bisa dia lupakan. Yang pertama, dia diputus oleh sang pacar yang sangat dia sayang dan cintai, karena si cewek menganggap dia tidak punya masa depan cerah. 

     Menurut si gadis, barangkali, buat apa punya calon suami yang hanya berprofesi sebagai tukang ojeg...Dan yang kedua, yang tidak mungkin bisa dilupakan pak Tegar, adalah pertemuannya dengan Tuan Lie, orang Korea itu, yang mengajaknya bergabung dengan perusahaannya. Dari Tuan Lie-lah pak Tegar banyak belajar segala hal terutama tentang bagaimana cara berbisnis. Berawal dari situlah perubahan hidup pak Tegar terjadi, dan kemudian, ya, bisa kita lihat sekarang,  akhirnya pak  Tegar mampu memiliki beberapa perusahaan sendiri, dan sukses seperti sekarang. Hikmah dari semua ini adalah, bahwa nasib seseorang itu tidak ada yang tahu nantinya bagaimana. Nasib orang bisa berubah dalam hitungan detik. Oleh sebab itu, kita tidak sepantasnya merendahkan orang lain, apa dan bagaimna pun orang itu. Demikian," kata Pak Bupati mengakhiri pidatonya, dan disambut tepuk tangan yang meriah oleh para tamu undangan.

     Oh, kamu, Tegar, kamu...Risnayanti berbisik kepada dirinya sendiri. Sekuat tenaga dia menahan airmatanya agar tidak tumpah ke luar. Malu kalau orang-orang melihatnya menangis, dan kemudian bertanya ada apa?

     Terbayang peristiwa bertahun-tahun yang lalu itu, ketika malam Minggu tiba, Tegar datang dengan senyum ramah ke rumahnya sambil membawakan buah tangan berupa seikat buah lengkeng dan seikat buah manggis kesukaan Risnayanti.

     Ketika Tegar mengulurkan tangannya yang memegang ikatan buah manggis dan lengkeng itu kepada Risnayanti, gadis itu sama sekali tidak menyambutnya. Wajahnya dingin dan agak cemberut.

     "Aku lagi nggak mau makan buah itu, kau bawa aja kembali," kata Risna ketus.

     "Lho, ada apa, Sayang. Kok ketus begitu. Ini buah kesukaanmu yang kupetik dari kebun sendiri," ucap Tegar, tersenyum.

    "Lebih baik buah-buahan itu kau jual ke pasar, agar bisa menambah-nambah hasil dari kerja ojegmu."

     "Risna, kenapa kau ngomong seperti itu? Ini bukan Risnayanti-ku yang selama ini kukenal. Kita pacaran sejak di bangku kelas dua SMA, kita sudah saling cinta dan sayang. Mengapa begini?" Tegar tertawa, kecut.

     "Memang bukan. Aku bukan seperti yang kau kenal dulu. Mulai sekarang kita sudah tidak ada apa-apa lagi. Aku memutuskan untuk putus denganmu!"
     Tegar tercengang. "Risna sayang, ada apa sih? Kau kok lain benar malam ini? Kalau ada persoalan ngomong dong...."

     "Jangan panggil-panggil aku 'sayang,' lagi. Sebel! Daah. Selamat malam!"

     Waktu itu Risnayanti langsung masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya dengan keras.

     Di teras itu Tegar berdiri kebingungan sambil masih memegang ikatan buah lengkeng dan manggis di tangannya. Cowok itu benar-benar merasa terpukul, apalagi setelah itu Risnayanti tidak bisa dia hubungi lagi, meskipun beberapa kali dia telah mencoba.

     Dan puncaknya adalah beberapa bulan kemudian, ketika Risnayanti akhirnya menikah dengan seorang pria yang berstatus sebagai pegawai pemerintah, yang tentu saja punya penghasilan jelas dan masa depan gemilang. Rupanya diam-diam Risnayanti punya pacar yang lain, pikir Tegar waktu itu.    

     Mungkin itulah memang harapan Risnayanti, mendapatkan suami yang jelas pekerjaan dan penghasilannya. Tidak seperti dirinya, pekerja lepas yang tidak jelas masa depannya.

     Risnayanti tersentak dari ingatan masa lalunya, tatkala Topan, putra tunggalnya, menepuk bahunya. Mengingatkannya bahwa acara sudah selesai. Orang-orang sibuk berbenah dari tempat duduknya. Bersiap-siap untuk pulang.

    "Sayang, tunggu sebentar di sini ya? Mama mau ke toilet dulu," kata Risnayanti kepada anaknya, sambil berdiri.
     Risnayanti berjalan ke toilet sambil menyeka matanya dengan sapu tangan. Dia tetap mengeluarkan airmata bila mengingat bagaimana dia mencampakkan Tegar dulu itu. Bagaimanakah perasaan seorang cowok ketika cintanya diputus begitu saja oleh gadis yang amat dia sayangi?

     Uup!! Risnayanti nyaris menubruk tubuh seseorang ketika dia membelok ingin memasuki pintu toilet. Dia mengangkat muka dan memandang lelaki yang hampir saja tadi bertubrukan dengannya. Seorang lelaki yang nampak sangat gagah dan penuh percaya diri.

     "Haaii...." tegur lelaki itu ramah. Pandangan mereka bertemu. "Kau...Kau...Kau Risnayanti? Oh, sudah lama sekali..." Nampak sekali rasa keterkejutan di wajah lelaki itu, yang tidak lain adalah Tegar.

     Risnayanti mengangguk cepat. "Tegar...," bisiknya lirih. "Maafkan aku...."

     "Mana suamimu, Ris?" Pelan suara Tegar menanyakan itu.

     Risnayanti menggeleng. Ditatapnya lagi wajah Tegar. Tepatnya Haji Tegar Budiman. Lalu tersenyum. "Aku sama sekali tidak tahu kalau ini acaramu, dan kau sudah jadi pengusaha besar sekarang...Aku sudah berpisah dengan suamiku. Aku datang kemari bersama anak semata wayangku karena diajak seorang teman. Aku baru beberapa bulan di sini, aku bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit yang baru buka di sini. PT Maju Terus...."

     "Oh, tidak mengapa, Ris. Bekerjalah dengan baik di situ, karena itu adalah salah satu perusahaan milikku juga," sahut Tegar, tanpa nada sombong. "Oke deh, Ris. Kudoakan engkau sukses. Aku permisi dulu, istri dan anak-anakku sudah menunggu di mobil. Rencananya besok kami akan berangkat ke Amerika, lantas keliling Eropa. Jalan-jalan aja.... Daah."

     Risnayanti tertegun. Ada yang terasa perih di sini. Di hati ini. Masih dia pandangi tubuh Tegar yang berjalan menjauh, meninggalkannya. Suasana saat itu, dirasakan Risnayanti, alangkah sendu dan muramnya! ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun