"Oh ya. Baik."
   Sementara di salah satu sudut restoran mewah itu, pada sebuah meja bundar yang besar, yang di atasnya penuh dengan berbagai macam hidangan yang enak-enak, dan semuanya gratis untuk seluruh yang hadir, berkumpul para ibu yang juga diundang pada acara perhelatan itu. Ada yang datang bersama suami, namun ada pula yang hadir hanya sendiri atau bersama putra-putri mereka.
   Risnayanti hadir bersama putra tunggalnya, tanpa suami. Dia sudah berpisah dengan suaminya yang berstatus pegawai pemerintah tiga tahun lalu, ketika mereka masih tinggal di kota provensi. Dan kemudian Risnayanti pindah ke kota kabupaten ini, karena mendapat tawaran bekerja di sebuah perusahan perkebunan kelapa sawit, sebagai tenaga administrasi. Baru dua bulan jalan ini.
   "Dengan siapa datang kemari, Dik?" tanya seorang ibu yang duduk di sebelah kanannya, ramah.
   "Dengan putra saya ini," jawab Risnayanti, seraya menepuk pundak Topan, anaknya yang duduk di samping kirinya.
   "Bersama suami? Mana suaminya?"
   Risnayanti tersenyum kecut. "Tidak ada, Bu. Saya hanya bersama anak saya ini, diajak teman juga hingga saya datang ke acara...."
   "Acaranya Haji Tegar Budiman," potong ibu itu, tersenyum. "Ini acara semacam syukuranlah, atas keberhasilan pak Haji Tegar sebagai pengusaha tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit, dan lain sebagainya, masih banyak lagi usahanya, ya, termasuk restoran mewah di mana kita sekarang berada."
   "Oh, acara syukuran."
   "Nah, itu dia sudah tiba di sini!" kata ibu itu sambil mengarahkan pandanganya ke pintu utama. "Itu dia pak Haji Tegar Budiman, bersama istrinya yang cantik dan dua anak mereka!"
   Semua tamu, termasuk pak Bupati, berdiri dari duduknya dan bertepuk tangan menyambut kemunculan sosok pengusaha sukses, Tegar Budiman.