"Anisah!"
   Setelah menyebut nama itu, Yuli segera membalikkan tubuhnya dan berlari meninggalkan Sardi.
   "Anisah...! Anisah siapa, Yuli?"
   Yuli tidak menjawab. Tapi dia berhenti sebentar dan menoleh sekali lagi ke arah Sardi. Dia tersenyum manis, dilambaikannya kedua tangannya. Lalu, kembali berlari pulang, menyusuri jalan setapak di tengah huma itu. Meninggalkan Sardi yang masih berdiri kaku dengan perasaan jengkel dan penuh tanda tanya....
   Demikianlah. Sampai di situ Sardi sejenak menarik napas panjang, berhenti menceritakan peristiwa yang telah lewat beberapa tahun lalu itu. Dia tersenyum menatap Yuli, Alfito, dan Nisah atau Anisah.
   Pada saat-saat ada hari libur, biasanya memang mereka saling mengunjungi. Persahabatan itu tidak pernah putus. Meskipun Yuli telah jadi milik orang lain, yaitu Alfito.
   Kali ini, Sardi dan Nisah bersama putri mereka, Sania, yang datang berkunjung ke rumah Alfito dan Yuli, di kota kabupaten.
   "Boleh aku minum dulu, Yuli-Alfito?" tanya Sardi, seraya meraih gelas kopi dari atas meja.
   "Minumlah dulu, Sar. Ceritanya panjang juga. Tapi ini cerita nyata tentang kita berempat lho," cetus Alfito pula. "Lho, kemana perginya anak-anak kita, Fikal dan Sania?" Alfito menatap bergantian Yuli dan Nisah.
   "Itu, mereka sedang bermain di halaman," sahut Yuli.
   Di halaman rumah Alfito yang luas itu, nampak dua orang bocah kecil, laki dan perempuan, sedang bermain mengumpulkan daun-daun berwarna kuning yang berjatuhan dari pohonnya karena tertiup angin. Ramai celoteh kedua bocah itu.