Dalam KUHPerdata, piutang dapat timbul dari berbagai sumber, antara lain:
Perjanjian: Piutang dapat timbul dari perjanjian antara kreditor dan debitur.
Undang-undang: Piutang dapat timbul dari undang-undang, seperti utang pajak atau utang lainnya yang diatur oleh undang-undang.
Perbuatan melawan hukum: Piutang dapat timbul dari perbuatan melawan hukum, seperti ganti rugi atau kompensasi.
KUHPerdata juga mengatur tentang hak-hak kreditor dan kewajiban debitur, seperti hak untuk menagih utang, hak untuk meminta bunga, dan kewajiban untuk membayar utang.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, piutang tidak didefinisikan secara spesifik sebagai suatu istilah hukum. Namun, dalam konteks hukum pidana, piutang dapat diartikan sebagai suatu hak atau klaim yang dimiliki oleh seseorang atau suatu pihak untuk menagih atau meminta pembayaran dari orang lain atau pihak lain. Dalam KUHP, piutang dapat terkait dengan beberapa pasal yang mengatur tentang tindak pidana yang berhubungan dengan utang atau piutang, seperti:
Pasal 372 KUHP: Mengatur tentang tindak pidana penipuan, yang dapat melibatkan piutang atau utang.
Pasal 378 KUHP: Mengatur tentang tindak pidana penggelapan, yang dapat melibatkan piutang atau utang.
Pasal 385 KUHP: Mengatur tentang tindak pidana penyelewengan, yang dapat melibatkan piutang atau utang.
Dalam konteks hukum pidana, piutang dapat menjadi objek tindak pidana jika seseorang atau suatu pihak melakukan tindakan yang melanggar hukum untuk mendapatkan atau mempertahankan piutang, seperti:
1. Penipuan: Seseorang atau suatu pihak melakukan penipuan untuk mendapatkan piutang dari orang lain atau pihak lain.