"Heh, balikin hp gua." Sandra dengan kaki kecilnya melompat-lompat agar tangannya yang mungil menggapai handphone yang dirampas
"Coba nangis dulu nanti gua kasih hpnya." Ucap Nendra yang mengangkat tangannya setinggi langit agar sang empu yang memiliki handphone tak teraih. Tinggi keduanya memang cukup jauh, Sandra yang memiliki tinggi 153 cm sedangkan Nendra memiliki tinggi badan diatas rata-rata untuk anak seusianya yaitu 180 cm. Mereka sama-sama kelas 11 dan berada di kelas yang sama. Pertemuan mereka berdua benar-benar sangat memalukan, dimana saat masa orientasi sekolah, keduanya bertabrakan di lorong sekolah. Sandra yang membawa opor dihantam begitu saja oleh Nendra yang lari ketakutan karena seekor kecoa mengerjarnya. Nendra yang jatuh hingga celananya sobek dan Sandra yang tersiram kuah opor yang hangat. Semua perhatikan tertuju pada mereka. Sandra dengan seribu akalnya ia memilih berpura-pura pingsan dari pada harus menahan malu dan Nendra jelas dia menutupi bagian celana yang sobek dengan  wajah memerah. Saat itu keduanya sangat terkenal di hari itu dan mendapatkan julukan ratu opor dan pangeran kecoa, begitulah cara keduanya bertemu.
"Keakraban" mereka mulai terlihat ketika mereka dipasangkan duduk bersebelahan dan siapa yang menyangka mereka akan satu kelas. Keduanya pun tak jarang dikeluarkan dari kelas karena mereka selalu saja berisik meributkan hal-hal yang sepele, seperti permasalahan perbatasan meja. Mereka mendapatkan meja panjang jadi mereka mau tidak mau berbagi lahan. Sandra dan Nendra sudah mengajukan berganti tempat duduk namun nahasnya dengan kompak teman satu kelas tidak ada yang berminat untuk bertukar posisi. Mungkin mereka tidak mau kehilangan peperangan antara mereka bedua setiap hari.
:::
"Okee semuanya senyum lihat kearah kamera satu, dua, tiga, cekrek!!"
"Hati-hati ya kalian nanti kabarin kalo udah pada di rumah soalnya udah malem rawan. Makasih semuanya udah dateng" Ucap Tasya yang berterima kasih atas kehadiran teman-temannya di acara sweet seventeen dirinya.
"Oke sama-sama" Sahut teman-temannya. Mereka akhirnya berpisah ke rumah masing-masing dikarenakan sudah larut malam. Di perjalanan pulang Nendra melihat Laras mengendarai motornya dengan Gesya dan juga Sandra sedang mendorong motornya. "Motor lu kenapa San?"
"Gatau nih mesinnya aneh kaya lu" jawab Sandra. Karena memang sudah terbiasa keluar dari mulut Sandra, Nendra tak mengambil pusing.
"Tiba-tiba tuh mesin mati ndra gatau kenapa. Mana kita gada yang kuat dorong pake motor lagi." Jelas Gesya.
"Yaudah lu bedua pulang aja udah malem banget soalnya, si Sandra gua yang urus lagian searah juga." Suruh Nendra kepada Gesya dan Laras agar langsung pulang.
"Okee deh lu jagain si ratu opor satu ini ya." Ucap Laras menggelitik.
"Sialan lu, sono lu bedua pulang aja" Ucap judes Sandra. Mereka berdua akhirnya pulang dan tak lupa melempar wajah meledek ke arah Sandra. Sudah 15 menit Nendra mendorong motor Sandra dengan kakinya akhirnya terlihat bengkel yang menandakan bengkel tersebut masih buka.
"Gua ke minimarket sebentar, nih jaket. Nitip." Hanya anggukan yang Sandra berikan, diambilnya jaket Nendra dan tercium parfum khas dengan Nendra. "Nih, lu suka yogurt kan."
"Kok lu tau gue suka yogurt?" Dengan senyum merekah Sandra mengambil yogurt tersebut.
"Lu pernah bilang dikelas" Ucap Nendra.
Sandra sedikit terkejut dengan alasan Nendra yang ternyata sedikit banyak tahu tentang dirinya. Kali pertama Sandra merasa diperhatikan hal kecil. "Inget aja lu sama omongan gua ga penting kaya gitu"
Nendra terkejut atas jawaban dari Sandra dan juga jawaban dari dirinya yang ia ucapkan sendiri. "Gua inget aja." Jawab Nendra mengeles "Kalo lu ga mau buat abangnya aja sini."
"Eittss, mau dong gua ini kan favorit gua. Makasih ya hehe" Segera Sandra memeluk dengan erat botol yogurt tersebut. Lalu Sandra berusaha membuka botol yogurt dengan sekuat tenaga namun hasilnya nihil. Segera di rebut botol yogurt oleh Nendra untuk membuka botol yogurt yang masih tersegel.
"Nih, sama-sama." Ucap Nendra dengan nada meledeknya
"Iyaa, Makasih padahal mah gausah report-report."
"Repot dong." Dengan wajah malasnya Nendra membetulkan kata yang salah. Sudah menjadi biasa hal seperti itu terjadi diantara mereka berdua sebagai bahan lelucon.
"Maaf typo, makasih udah di benerin" jawab Sandra dengan menjengkelkan. Walau mereka ini musuh bebuyutan tapi kalau soal humor mereka selalu cepat nyambung dan seketika melupakan peperangan yang mereka buat.
"Oh iyaa, Â congrast san jadi MVP di turnamen kemaren keren loe." Ucap Nendra
"Whahaha makasih ndra, biasa aja si ga penting juga."
Bingung dengan respon Sandra, Nendra melemparkan pertanyaan "Hah? Kenapa ga pent-"
"Waduh, motor cewe mas ga pernah ganti oli ya?! turun mesin ini" Mekanik bengkel berucap dengan keras. Tak menghiraukan ucapan sang mekanik, Nendra langsung segera menoleh kearah Sandra yang tengah meneguk yogurtnya dan yang diliatpun dengan cepat membuang muka seakan tidak tahu apa-apa. "Motornya kalau mau di titipin disini gapapa mas, pengerjaannya ga bisa cepet."
"Oh yaudaa dititipin aja ya mas nanti pagi saya ambil."
Diperjalanan pulang, Nendra Kembali menanyakan yang sempat terpotong. "Oh iya, yang tadi kenapa ga penting padahal kan lu juara jadi MVP lagi?"
Sandra tersenyum kecil. "Orang tua gue ga peduli soal kaya gitu, mereka cuman mau anaknya ranking 1 terus masuk universitas negeri. Mereka cuman peduli itu makanya kadang gua iri sama lu, coba gua pinter kaya lu, sorry ya."
Nendra mengerti sekarang kenapa di setiap turnamen basket yang Sandra menangkan ia tidak segembira teman-temannya yang lain. "Gausa minta maaf juga kali San. Bukan salah lu. Menurut gua, asal yang lu suka sama apa yang lu lakuin sekarang lakuin aja. Toh, masuk universitas bukan cuman jalur akademik doang kok. Setiap lu latihan juga muka lu ga pernah sepet kaya kucing abis nyium pantat."
"Sialan lu udah serius banget gua dengerinnya." PLAK!! Tak lupa dengan tangan melayang tepat menuju tepat kea rah kepala. "Gua masukin juga pala lu ke ring." Ucap Sandra dengan nada mengancam.
"Jangan dong, nanti lu kangen lagi sama gua."
"Idih najis pede banget lo"
Walau ucapan Sandra terdengar ketus namun, Nendra melihat dari spion bahwa ucapan Sandra tak berarti demikian. Mimik wajah Sandra takan pernah bsa berbohong. Percakapan ini awal dari keterbukaan mereka satu sama lain dan yap, mereka sekarang akrab bukan sebagai musuh namun urusan lahan meja mereka tetap tiada habisnya.
:::
Sandra memenangkan pertandingan terakhirnya sebelum benar-benar berhenti untuk lebih fokus pada ujian nasional. Setelah pertandingan ia berjalan melalui lorong. Memalui netranya ia melihat sosok tinggi yang tak asing bagi dirinya. Ya itu Nendra dengan membawa minuman favoritnya.
"NEEENNDRAAAAA." Dengan kaki kecilnya ia berlari sambil memeluk orang yang dihampirinya. Yang di pelukpun tidak merasa canggung.
"Wih congrast yaa. Lu hebat banget"
"Ah bias-" tak sempat melanjutkan kalimatnya tangan yang Panjang itupun mencubit hidungnya hingga memerah.
"tet-tot jawabannya salah, harusnya iyaa makasih"
"iyaa makasih." Dengan nada sedikit kesal sambil mengusap hidungnya.
"Nih buat lu." Nendra memberikan minuman favorit Sandra. "Lu tinggian sekarang kaya kevin di minion awal ketemu mah kaya stuart. Tapi tetep aja minion." Ia menjawab dengan terkekeh.
"Ah elah sialan lu yang penting kan tinggian dikit." Ucapnya kesal dengan bekas minuman yogurt di bibirnya. "Ada museum baru buka deket-deket sini lu mau ikut ga, tadinya gua pengen kesana sendiri."
"Kalo lu ga cape gua mah ayoo aja."
Setelah pemberian mendali dan piala mereka berangkat ke museum tempat Sandra minta. Tidak ke museum saja mereka sempatkan untuk berbelanja sebentar dan menonton film yang sedang ramai akhir-akhir ini hingga larut malam. Entah mereka sadar atau tidak perlakuan mereka satu sama lain tidak seperti hanya "teman".
:::
Kelas sebelas sudah mereka lewat, kini mereka menjadi kaka kelas tingkat akhir dalam Sekolah Menengah Atas. Tak banyak aktifitas yang mereka lakukan selain hanya belajar untuk mempersiapkan diri mereka untuk lanjut menempuh pendidikan dan sebagian dari mereka mempersiapkan diri mereka untuk langsung terjun ke dalam dunia professional.
Tak terasa ujian sudah terlewati dan kini mereka hanya menunggu waktu pelepasan mereka sebagai siswa. Selama menunggu Sandra dan Nendra menghabiskan waktu mereka bersama entah pergi ke kebun binatang bersama, mengisi kepala kosong mereka di taman kota dengan langit yang jingga hingga menikmati konser berdua. Lebih banyak waktu yang mereka habiskan bersama ntah mereka sadari atau tidak. Kini tiba waktu mereka wisuda dan seusai acara semua siswa mengabadikan momen perpisahannya tidak terkecuali Sandra dan Nendra.
Usai berfoto tampak Sandra menatap kearah Nendra yang tengah melihat hasil foto mereka. "Ndra, menurut lu kita ini apa?"
"Kita ini sahabat kan." Nendra tahu pertanyaan ini akan mengarah kemana.
Bodoh, apa jawaban yang gua arepin ya. Kita emang cuman temen. Sandra sedang menyesali pertanyaannya yang terucap. "Oooh iya bener ngapain gua nanya juga ya. Sorry dibajak." Dia sadar ini bukan sedang ber-pesan singkat di handphone
"Hahaha gua ngerti kok San. Gua juga ngerasain candunya, hangatnya, bahkan gua ngerasan nyaman yang cuman sekedar diem aja tanpa obrolin apapun. Cuman kita emang gabisa San." Kini Nendra balik menatap Sandra dengan serius namun tidak membuat yang ditatap menjadi tidak nyaman.
"Kenapa ga bisa Ndra? Lu juga ngerasain apa yang gua rasain kan."
"Lu paham kan kita beda keyakinan, kita beda tempat ibadah, kita berbeda cara meminta."
Terpukul dengan ucapan Nendra namun Sandra masih mengelak. "Kita bisa jalanin dulu aja Ndra. Mungkin kedepannya salah satu dari kita bisa pindah."
"Ga semudah itu San. Jalanin dulu aja bukan untuk kita yang di posisi kaya gini. Dinding kita udah jelas, terlalu besar untuk diterjang dan gua juga gamau ngambil lu dari Tuhan lu. Keyakinan ga sebatas hanya karna orang yang kita sayang."
"Terus sekarang gua harus apa?" Suara Sandra sudah mulai bergetar
"Kita jalanin aja San, kita baru lulus SMA perjalanan masih panjang. Masih banyak orang yang belum pernah kita temuin, untuk sekarang bilang kita cocok terlalu awal. Kita pasti bakal nemuin orang yang terbaik di hidup kita. Pun jikalau kita memang bertemu lagi, gua mau lu cerita orang yang bisa bikin lu nyaman, lebih dari ini dan gua yakin lu bakal nemuin orangnya."
Sandra hanya mampu menatap Nendra dan berjuang agar air matanya tak jatuh.
"Lu bakal nemuin gua di orang yang berbeda bahkan lebih baik. Percaya sama gua." Dirangkulnya kepala Sandra hingga tepat berada di dadanya. Sandra tak dapat menahan lagi air matanya, ia menangis begitu sedih melihat kenyataan yang pahit.
      '
     Â
     Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H