Judul: Tanda Tanya (?)
Sutradara: Hanung Bramantyo
Produser: Celerina Judisari dan Hanung Bramantyo
Penulis Naskah: Titien Wattimena
Pemain: Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, Rio Dewanto, Hengky Solaiman, Deddy Sutomo
Penyunting: Satrio Budiono, Saft Daulsyah
Penata Musik: Tya Subiakto
Sinematografer: Yadi Sugandi
Distributor: Dapur Film, Mahaka Pictures
Tanggal rilis: 7 April 2011
Durasi: 100 menit
Genre: Drama, Religi
Indonesia merupakan negara multikultural, dimana semboyan negara kami sendiri mengagungkan dan menjunjung tinggi, keindahan dari hidup dalam lingkungan yang beragam. “Bhinneka Tunggal Ika” adalah bunyi dari semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semboyan ini pertama kali diungkapkan dalam Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular yang ditulis pada tahun 1851 dengan aksara Jawa Kuno — "Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhineki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" merupakan penggalan utuh dari Bhinneka Tunggal Ika.
Mengutip dari situs resmi Portal Indonesia, rangkaian kata di atas secara verbatim memiliki arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Dapat dilihat dari umur kutipan tersebut, betapa penting dan elok keberagaman kami dalam hidup bermasyarakat, bahkan nenek maupun kakek moyang kami pun telah mengamalkan hal tersebut.
Film Tanda Tanya memusatkan tema seputar kehidupan berpluralitas, pada zaman lampau. Mengambil tempat latar di Semarang, yang memang cukup terkenal karena segenap masyarakatnya yang memiliki darah keturunan Tionghoa. Klenteng Tay Kak Sie yang berlokasi di Gang Lombok Semarang, merupakan klenteng tertua di Semarang.
Diperkirakan, Klenteng Tay Kak Sie telah berdiri kokoh sejak tahun 1746, yang menunjukan bahwa bangsa Tionghoa telah menetap di Semarang lama. Sehingga, budaya Tionghoa, sudah mendarah daging bagi Kota Semarang. Walikota Semarang Hendrar Prihadi, menyatakan bahwa budaya Tionghoa merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia, selebihnya budaya masyarakat di Semarang
Dalam film ini, ditampilkan 3 keluarga dengan latar belakang budaya, etnik, agama, dan konflik masing-masing. Rumah tangga yang pertama, menonjolkan sosok single mom (seorang ibu yang tidak memiliki pasangan) yang baru terkonversi ke agama yang baru.
Rika, seorang single mom yang sedang berjuang dan mencari lebih dalam tentang dirinya, bersama putranya Ali bersama-sama menghadapi konflik, suka maupun duka bersama.
Rika baru saja berubah menjadi seseorang yang memeluk agama Katolik. Rika sendiri masih cukup awam dengan agama nya yang baru ini, sehingga terkadang masih meragukan pilihannya, serta masih dalam fase penyesuaian. Putra Rika, Ali merupakan seorang Muslim.
Di sekolah, Ali dikucilkan oleh teman-temannya karena ibu ali, Rika berpindah agama. Ali sempat menjauhi diri dari ibunya, karena menurut Ali semua ini terjadi akibat pilihan ibunya.
Surya, merupakan karakter yang ada dalam konflik rumah tangga Rika. Surya merupakan seorang dengan impian menjadi aktor terkenal, namun selama ini ia hanya pernah menjadi karakter latar belakang dalam drama atau serial televisi. Hingga akhirnya, Rika menawarkan Surya untuk memerankan tokoh “Yesus” dalam drama Penyaliban Yesus, di gereja yang biasa Rika kunjungi untuk bersembahyang.
Pada awalnya, Surya menolak, karena ia takut sebagai seorang muslim dan memerankan tokoh “Yesus”, akan mencemari nama baik agamanya, dan dia menganggapnya sebagai suatu tindakan yang menentang ajaran agama Islam. Setelah sekian lama, Surya pergi untuk mencari pencerahan dari ustadz yang biasa mengajar di masjid tempat tinggal mereka. Setelah mendapatkan pendapat dan tanggapan dari ustadz, akhirnya Surya memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut.
Disisi lain, ada pula konflik dari keluarga Hendra. Hendra dan keluarganya merupakan keluarga dengan keturunan ras Tionghoa. Kedua orangtua Hendra, Tan Kat Sun (ayah) dan Lim Giok Lie (ibu), mengelola sebuah tempat makan Canton yang sangat menghormati dan mengedepankan toleransi. Mereka berkomitmen untuk menjaga makanan mereka halal, membedakan alat masak berdasarkan makanan agar semua orang dapat datang dan menikmati hidangan mereka.
Ayah Hendra memang sudah sejak lama dalam kondisi kesehatan yang cukup buruk, sehingga beliau mengharapkan Hendra dapat meneruskan usaha keluarga mereka. Pada awalnya Hendra tidak mau, dikarenakan sikap dingin, tak acuh, dan tidak peduli nya kepada kedua orang tuanya. Namun, pada akhirnya Hendra setuju untuk melanjutkan usaha kecil keluarga nya.
Awalnya, Hendra melakukannya seperti biasa, menghormati dan melayani pelanggan mereka seperti ayahnya. Membedakan talenan yang digunakan untuk memotong protein, membedakan kuali saat memasak, membedakan tirisan saat menggoreng, dan sebagainya.
Hingga tiba bulan puasa, dimana saudara-saudari kami yang beragama Islam, diwajibkan untuk berpuasa. Tirai-tirai dipasang di depan tempat makan mereka, dalam rangka menghormati mereka yang sedang menahan nafsu dan godaan.
Hendra menyadari bahwa tidak banyak pengunjung yang datang untuk makan di restoran keluarganya, Hendra hanya memikirkan tentang untung atau rugi suatu bisnis dan mementingkan uang dibanding rasa toleransi atau penghargaan. Sehingga dengan kepala panas, Hendra seketika mencabut seluruh tirai di depan toko dan menyuruh pekerja yang kerja di restoran nya untuk kembali beroperasi pada hari kedua lebaran, di mana sewajarnya pegawai-pegawai mereka masih berlibur dan meluangkan waktu bersama keluarga mereka.
Keluarga ketiga yang ditunjukan di film Tanda Tanya, adalah rumah tangga Menuk. Menuk merupakan salah satu pegawai di restoran milik keluarga Hendra, Menuk memiliki 2 orang anak yang ia cintai, serta seorang suami. Namun sangat disayangkan, suami Menuk merupakan seorang pengangguran, dengan pekerjaan berganti-ganti dan tidak menetap.
Suami Menuk atau biasa dipanggil Soleh, juga merupakan pribadi yang tempramental, sehingga seringkali ia terbawa oleh emosinya. Suatu hari, Soleh merasa rendah diri, melihat Menuk sebatang kara mencoba untuk menafkahi keluarga mereka, Soleh meminta untuk bercerai. Hati Menuk pun hancur, mendengar perkataan-perkataan dari suaminya sendiri.
Kembali pada waktu puasa dan lebaran, dimana restoran milik keluarga Hendra masih beroperasi, hal ini membuat ayah Hendra geram atas perbuatannya yang sangat tidak pantas. Sejak dahulu, tempat makan mereka memang dikenal sebagai tempat yang sangat mengutamakan toleransi, sehingga masyarakat setempat dibuat kaget karena tahun ini, mereka terlihat seolah-olah mengubah cara pengelolaan mereka.
Hal ini membuat masyarakat setempat marah, hingga pada suatu hari sekelompok warga menyerbu dan melakukan aksi kerusuhan kepada restoran keluarga Hendra. Kaca etalase dipecah, meja dan bangku dihancurkan, bahkan Hendra dan keluarga nya pun juga dijadikan tempat pelampiasan.
Di tengah kekacauan dan keributan tersebut, salah satu warga yang mengikuti aksi tersebut memukul Tan Kat Sun, ayahnya Hendra, hingga ia terjatuh dan meringis kesakitan. Kondisi beliau yang sebelumnya sudah kurang baik, menjadi lebih buruk.
Menuk yang sedang bekerja di restoran tersebut lantas terkejut, terutama saat Tan Kat Sun terpukul. Menuk sudah menganggap Tan Kat Sun sebagai seseorang yang sangat ia sayangi dan hormati, sebab dari dahulu beliau tidak pernah bersikap kurang dari baik. Selebihnya, Menuk semakin terkejut setelah melihat pelaku yang melakukan pukulan kepada Tan Kat Sun, siapa lagi kalau bukan Soleh.
Mengetahui ini, Menuk menjauhi diri dari Soleh begitupun Soleh yang sedang menjauhi Menuk. Kondisi Tan Kat Sun yang kian hari memburuk, berakhir dengan kematian beliau beberapa hari kemudian. Sebelum meninggal, Tan Kat Sun hanya mengatakan 1 hal kepada Hendra, bahwa ia harus berubah. Baik dari sikap, maupun pandangannya mengenai restoran milik mereka.
Natal 2010, warga setempat berkumpul untuk melakukan ibadat malam. Soleh, suami Menuk yang saat ini bekerja sebagai anggota BANSER NU (Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama), ditugaskan untuk menjaga keamanan gereja. Menuk pun saat itu juga sedang membantu memberikan makanan bagi pemeran drama, bersama Hendra. Soleh sudah mencoba untuk berbicara dengan Menuk, namun Menuk masih sangat terpukul dan menolak untuk berbicara. Di gereja yang sama, Rika sedang bersiap-siap mengikuti misa, di lain sisi Surya sedang mempersiapkan diri untuk tampil dalam drama yang akan dibawa malam itu.
Waktu misa pun tiba, semua pengikut misa telah duduk di bangku masing-masing. Soleh yang seharusnya menjaga perimeter gereja, merasa tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam sebuah gereja, sehingga ia diam-diam menyelinap masuk ke dalam gereja tersebut.
Di dalam, ia mengagumi arsitektur dan gereja tersebut, hingga akhirnya fokus ia pun beralih ke kotak misterius di belakang kursi umat. Karena penasaran, Soleh pun membuka kotak tersebut, ia terbuat kaget karena isi kotak tersebut merupakan sebuah bom. Bom yang setiap detiknya semakin mendekati ledakan mengenaskan. Soleh pun diam membatu. Pikirannya dipenuhi dengan ketidakpastian, memori-memori yang ia miliki kembali seolah menghantuinya.
Dengan hati yang berat, Soleh mendekap bom tersebut, dan segera bergegas keluar gereja tersebut, ia berlari secepat mungkin tanpa melihat ke belakang. Hingga pada akhirnya, waktu yang tidak menentu pada bom tersebut berhenti, bom pun meledak dalam keadaan Soleh masih mendekap bom. Tanpa aksi heroik Soleh, ratusan korban jiwa dapat saja termakan, namun karena aksi Soleh, tragedi mengenaskan hanya berimbas kepada 1 orang saja.
Setelah menonton film ini, menurut saya pertunjukan dari semua aktor di film ini menonjol, dan dapat mengekspresikan perasaan mereka dengan cukup baik.
Menurut saya, setiap aktor maupun aktris dalam film ini dapat membuat kami sebagai penonton hanyut dalam perasaan-perasaan yang mereka rasakan pada saat itu, sehingga seolah-olah kami sedang berada di sepatu mereka. Pesan yang film ini coba sampaikan menurut saya juga dapat mudah dimengerti, walau tidak disebutkan secara eksplisit, kami sebagai penonton dapat mengetahui pesan yang mereka ingin kami petik.
Adanya penerjemahan dari kata-kata di bagian percakapan mereka menggunakan bahasa jawa, menurut saya sangat membantu penonton, terutama bagi mereka yang tidak bisa berbahasa Jawa. Tak hanya itu, menurut saya konflik-konflik yang dialami oleh setiap orang, terasa realistis dan dapat terjadi di kehidupan nyata. Sehingga, tidak terkesan terlalu imajiner, atau di ada-ada demi rekreasi.
Hal-hal tersebut, diimbangi oleh beberapa kekurangan yang dapat saya temukan di dalam film Tanda Tanya. Hal pertama, ialah penggunaan kata kasar yang cukup tersebar merata di seluruh 100 menit film ini diputar.
Menurut saya, kata-kata kasar yang ada pada film ini cukup ekstrim, bahkan saya pribadi cukup kaget saat mendengarnya. Beberapa celotehan mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) yang kental, sehingga bagi beberapa orang dapat terkesan menghina atau bagi orang yang sensitif, dapat menanggapinya secara pribadi.
Namun, menurut saya permasalahan utama di film Tanda Tanya, ialah topik yang mereka angkat. Permasalahan tentang SARA memang sebaiknya kami bahas, karena merupakan topik hangat dan genting di Indonesia. Namun menurut saya, sangat disayangkan cara penyampaian film ini terlalu frontal, serta aksi-aksi yang mereka tunjukkan dapat menimbulkan stereotip negatif dalam kehidupan nyata.
Sehingga, setelah menonton film Tanda Tanya, mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya untuk saya sendiri, saya kurang rekomendasi film ini. Mengapa saya kurang merekomendasikannya? Saya kurang merekomendasikan film ini, karena permasalahan utama yang ada di paragraf sebelumnya. Hal itu mengenai cara penyampaian film, yang menurut saya sedikit terlalu frontal dan agresif.
Film ini dipenuhi dengan konflik antar agama, yang menurut saya jika ditonton oleh orang-orang yang salah, dapat mengakibatkan miskonsepsi dan akan menimbulkan pemikiran yang tidak-tidak.
Serta, menurut saya karena penyampaian film tersebut yang secara blak-blakan, beberapa orang akan menanggapi film ini secara pribadi, seolah-olah karena ada konflik yang digambarkan dengan agama mereka di film tersebut, hal yang mereka tunjukkan terjadi di dunia nyata, dan jika memang terjadi itu pasti karena ulah suatu kelompok agama. Mungkin saya dapat merekomendasikan film ini, kepada orang-orang yang sudah cukup dewasa dan memiliki pola pikir terbuka. Karena, jika memasuki film ini dengan pola pikir yang sempit, menurut saya yang ada malahan film ini akan membawa rasa amarah, melainkan menonjolkan pluralitas.
Daftar Pustaka:
Kristina. 2021. Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang Pertama Kali Diungkapkan Mpu Tantular. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5711982/sejarah-semboyan-bhinneka-tunggal-ika-yang-pertama-kali-diungkapkan-mpu-tantular#:~:text=Semboyan%20Bhinneka%20Tunggal%20Ika%20pertama,Bali%2C%20namun%20berbahasa%20Jawa%20Kuno.
Semarangpedia. 2018. Peninggalan Budaya Tionghoa Bagian Dari Semarang https://semarangpedia.com/peninggalan-budaya-tionghoa-bagian-dari-semarang/
Titi, Tyas Kinapti. 2019. Film Tanda Tanya, Film tentang Pluralisme yang Sempat Diwarnai Kontroversi https://www.liputan6.com/citizen6/read/3920111/film-tanda-tanya-film-tentang-pluralisme-yang-sempat-diwarnai-kontroversi
Teks resensi ini disusun oleh: Akeyla Mareeq Anardia XD/02
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H