Mohon tunggu...
Akeyla Mareeq A.
Akeyla Mareeq A. Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Bukan kita yang membaca buku tapi buku yang membaca kita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Karya Sastra Film Tanda Tanya, Alasan Mengapa Film Ini Menuai Berbagai Macam Respon

13 Maret 2022   18:30 Diperbarui: 13 Maret 2022   18:33 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.liputan6.com

Tanggal rilis: 7 April 2011

Durasi: 100 menit

Genre: Drama, Religi

Indonesia merupakan negara multikultural, dimana semboyan negara kami sendiri mengagungkan dan menjunjung tinggi, keindahan dari hidup dalam lingkungan yang beragam. “Bhinneka Tunggal Ika” adalah bunyi dari semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Semboyan ini pertama kali diungkapkan dalam Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular yang ditulis pada tahun 1851 dengan aksara Jawa Kuno — "Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhineki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" merupakan penggalan utuh dari Bhinneka Tunggal Ika. 

Mengutip dari situs resmi Portal Indonesia, rangkaian kata di atas secara verbatim memiliki arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Dapat dilihat dari umur kutipan tersebut, betapa penting dan elok keberagaman kami dalam hidup bermasyarakat, bahkan nenek maupun kakek moyang kami pun telah mengamalkan hal tersebut.

Film Tanda Tanya memusatkan tema seputar kehidupan berpluralitas, pada zaman lampau. Mengambil tempat latar di Semarang, yang memang cukup terkenal karena segenap masyarakatnya yang memiliki darah keturunan Tionghoa. Klenteng Tay Kak Sie yang berlokasi di Gang Lombok Semarang, merupakan klenteng tertua di Semarang. 

Diperkirakan, Klenteng Tay Kak Sie telah berdiri kokoh sejak tahun 1746, yang menunjukan bahwa bangsa Tionghoa telah menetap di Semarang lama. Sehingga, budaya Tionghoa, sudah mendarah daging bagi Kota Semarang. Walikota Semarang Hendrar Prihadi, menyatakan bahwa budaya Tionghoa merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia, selebihnya budaya masyarakat di Semarang

Dalam film ini, ditampilkan 3 keluarga dengan latar belakang budaya, etnik, agama, dan konflik masing-masing. Rumah tangga yang pertama, menonjolkan sosok single mom (seorang ibu yang tidak memiliki pasangan) yang baru terkonversi ke agama yang baru. 

Rika, seorang single mom yang sedang berjuang dan mencari lebih dalam tentang dirinya, bersama putranya Ali bersama-sama menghadapi konflik, suka maupun duka bersama. 

Rika baru saja berubah menjadi seseorang yang memeluk agama Katolik. Rika sendiri masih cukup awam dengan agama nya yang baru ini, sehingga terkadang masih meragukan pilihannya, serta masih dalam fase penyesuaian. Putra Rika, Ali merupakan seorang Muslim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun