Dari banyaknya kisah yang lahir di Kompasiana, ada satu yang sungguh menyentuh hati. Tentang Opa Tjiptadinata Effendi, sosok yang begitu dihormati di komunitas ini.Â
Suatu hari, tanpa saya duga, Opa yang kala itu belum begitu saya kenal, tiba-tiba mengirimkan sebuah lukisan Cleopatra yang diukir di daun papirus langsung dari Australia.Â
Saya tidak pernah meminta apapun, bahkan tak terbayang akan menerima sesuatu dari beliau. Namun, dengan tulus Opa menawarkan, tanpa saya mengeluarkan biaya sepeserpun, padahal saya tahu biayanya sangat besar jika dirupiahkan.
Tindakan Opa bukan sekadar soal barang yang dikirim, melainkan tentang usaha dan ketulusan hatinya. Apalagi, beliau sudah lansia, tapi sungguh terasa effort-nya.Â
Saat lukisan itu tiba di tangan saya, ada perasaan haru yang mendalam. Saya merasa bahwa Opa memberikan lebih dari sekadar hadiah; beliau memberi sepotong kebaikan kemurahan hati.
Opa juga pernah mengirimkan saya buku karyanya. Saya tak pernah meminta apapun darinya, tapi justru opa lah yang berinisiatif. Itu yang membuktikan bahwa Kompasiana bukan hanya sekedar tempat untuk menulis. Tetapi juga tempat hati kita terhubung, melampaui jarak, waktu, dan batas-batas geografis.
.....(Tarik nafas dulu, lalu hembuskan)..... Kompasiana telah memberi kita ruang untuk bertumbuh bersama, mengenal lebih dalam satu sama lain, dan saling mendukung tanpa pamrih.Â
Di sini, kita bukan hanya menulis artikel, tetapi juga menemukan saudara dalam sebuah perjalanan kehidupan.Â
Sebuah perjalanan yang tak hanya dibangun oleh kata-kata, tetapi juga oleh cinta, kehangatan, dan kebaikan. Insya Allah..
Teruslah Menulis, Hingga Akhirnya...
Tak terasa, 16 tahun telah dilalui, dan selama itu, Kompasiana menjadi Rumah Gadang bagi kita ---pengibaratan yang diutarakan oleh Opa Tjiptadinata Effendi disini.Â