Pemenuhan gizi bagi masyarakat Indonesia memang bukan perkara mudah. Dengan populasi besar dan sebagian besar masih berada pada kelas menengah ke bawah, tantangan dalam menyediakan makanan bergizi semakin kompleks. Di saat yang sama, kelas menengah atas pun mulai goyah di tengah tantangan ekonomi yang makin keras menghantam.Â
Di sinilah peran pemerintah menjadi krusial, khususnya dalam menjaga stabilitas harga bahan pangan agar keluarga di seluruh Indonesia tetap dapat menyajikan makanan bernutrisi di rumah mereka.
Harga bahan makanan yang melambung tentu saja menjadi penghalang besar bagi rumah tangga untuk fokus pada pemenuhan gizi. Ketika kebutuhan pokok mahal, mayoritas masyarakat akan lebih mengutamakan kuantitas dibandingkan kualitas makanan yang dikonsumsi.Â
Prinsip "asal kenyang" menjadi hal yang lazim, terutama di kalangan masyarakat dengan penghasilan terbatas.Â
Di sinilah letak paradoksnya. Kita memiliki berbagai program untuk meningkatkan gizi, tetapi tanpa akses yang mudah terhadap bahan makanan berkualitas, tujuan ini sulit tercapai.
Kekurangan gizi bukan hanya persoalan sepele. Akibat dari nutrisi yang tidak memadai, anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga miskin sering kali tumbuh dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Mereka menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit kronis, seperti tumor, kanker, hingga autoimun.Â
Lingkaran setan ini berputar tanpa henti: kemiskinan, kekurangan gizi, dan kesehatan yang buruk seolah menjadi jeratan yang sulit dilepaskan.
Solusi jangka panjang untuk masalah ini tidak bisa hanya sebatas program sesaat. Pemerintah harus memperkuat kebijakan yang berfokus pada stabilisasi harga bahan pokok serta memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang merata terhadap pangan bergizi.
Peran Pemanfaatan Pangan Lokal
Pemanfaatan pangan lokal adalah salah satu strategi cerdas yang perlu dipertimbangkan dalam upaya pemenuhan gizi nasional. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dengan beragam hasil pertanian dan peternakan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Namun, potensi ini sering kali belum dimanfaatkan secara maksimal.Â