Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Forgive But Not Forget? Saatnya "Reset Emosi" Menuju Kebahagiaan Hakiki

11 Agustus 2024   00:52 Diperbarui: 11 Agustus 2024   01:01 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Sumber dari Pixabay

Mari kita bersama-sama menghindari sesuatu yang bisa berdampak fatal pada hubungan kita dengan orang lain. Dengan kesadaran dan kehati-hatian, kita bisa membangun hubungan yang lebih kuat dan penuh dengan rasa saling menghargai.

Sehingga tidak ada lagi luka yang perlu disembuhkan, dan tidak ada bekas yang perlu dihapus.

Ilustrasi | pexels.com/AndreaPiacquadio
Ilustrasi | pexels.com/AndreaPiacquadio

Move On dengan Elegan: Memaafkan, Melupakan, dan Melangkah Maju

Selanjutnya, tentang memaafkan dan melupakan, jika kita telah berdamai dengan keadaan dan mencapai fase "bodo amat" maka keduanya bisa menjadi jauh lebih mudah untuk dipertemukan. 

Mengapa? Karena di fase ini, kita menyadari bahwa kesehatan mental dan kebahagiaan diri harus menjadi prioritas utama. 

Menyimpan rasa sakit atau terus-menerus mengingat kesalahan orang lain hanya akan menciptakan "toksik" atau racun emosional dalam diri kita. 

Hingga kapanpun, kita tidak akan menemukan kebahagiaan sejati jika kita tidak siap untuk melupakan.

Saya belajar banyak dari ibunda, seorang wanita tangguh yang kerap menjadi korban perasaan oleh berbagai situasi dan orang-orang di sekitarnya. Meski demikian, ibunda selalu mampu memaafkan dan tidak pernah membiarkan dirinya terjebak dalam kenangan buruk. Beliau memilih untuk tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain, karena baginya, melupakan adalah kunci untuk menjaga kedamaian batin. Dari ibunda, saya belajar bahwa memaafkan tanpa melupakan hanyalah beban yang sebenarnya tidak perlu.

Hari ini, saya sendiri merasakan sakit hati karena perlakuan kurang menyenangkan dari rekan kerja. Pada awalnya, saya merasa kecewa dan kesal, bahkan sempat meluapkan emosi dengan berbicara sendiri seperti orang gila. Tapi setelah itu, saya memilih untuk melupakan semuanya. 

Sadarlah, bahwa terkadang orang lain memang tidak bisa berubah secepat yang kita harapkan, maka tugas kita lah untuk mengatur kebahagiaan diri sendiri dengan cepat. 

Kesalahan yang sama mungkin akan terus diulang oleh orang lain, dan itu bukan lagi urusan kita. Biarkan Allah SWT yang membalas atau menuntun mereka untuk berubah. 

Tugas kita adalah menjaga hati tetap suci, move on, tersenyum lagi, dan melupakan semuanya. 

Dengan begitu, memaafkan tidak hanya menjadi tindakan yang mulia, tetapi juga menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi diri kita sendiri. Kita menjadi lebih bebas, lebih damai, dan lebih bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun