Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kurban dan Transparansi: Menyoal Fenomena "Korupsi" Daging Kurban

18 Juni 2024   09:22 Diperbarui: 18 Juni 2024   19:21 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daging kurban yang siap dibagikan setelah ditimbang dengan adil. (foto Akbar Pitopang)

Di era digital, media sosial menjadi tempat curhat masyarakat mengenai berbagai hal, termasuk pengalaman buruk mereka dalam proses pembagian daging kurban. Banyak netizen yang berbagi cerita dan komentar tentang ketidaksesuaian yang mereka alami dan amati di kawasan tempat tinggalnya. 

Salah satu masalah yang sering muncul adalah oknum yang menyembunyikan daging sebelum ditimbang dan dibagikan. Praktik ini jelas merugikan, karena membuat distribusi daging kurban menjadi tidak adil dan tidak transparan.

Selain itu, ada cerita tentang kebiasaan di beberapa kampung, dimana panitia seenaknya memutuskan warga yang dianggap mampu tidak layak mendapatkan daging kurban. 

Kupon daging hanya diberikan kepada yang dianggap miskin, menyebabkan daging berlebih yang kemudian dikuasai oleh panitia atau pekerja yang memotong kurban. Ini tentu bertentangan dengan semangat kurban yang seharusnya menyentuh semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.

Cerita lain yang muncul adalah pengurangan jumlah pembagian daging per orang. Taktik ini dilakukan agar ada lebih banyak daging yang bisa diambil oleh oknum-oknum tertentu. Akibatnya, ada saja yang membawa pulang daging dalam jumlah besar, bahkan menggunakan karung. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan transparansi dalam proses pembagian daging kurban di beberapa tempat.

Ada pula kasus dimana warga atau pengurus menguasai daging sesuka hatinya. Baik warga biasa maupun pengurus terkadang tidak segan-segan mengambil lebih banyak dari yang seharusnya. Tindakan ini jelas mencederai semangat gotong royong dan keadilan dalam pembagian daging kurban, serta merugikan mereka yang lebih membutuhkan. 

Ironisnya, ada juga cerita tentang warga yang tidak kebagian daging meski sudah memiliki kupon. Situasi ini terjadi karena daging sudah habis diserbu oleh warga lain yang mungkin tidak memiliki kupon atau mengambil lebih dari jatahnya. 

Dalam hal ini, saya juga pernah mengalaminya, saya tak kebagian daging lagi padahal dapat kupon dari panitia. Hal ini mencerminkan kurangnya disiplin dan pengaturan yang baik dalam proses distribusi daging kurban.

Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam proses penyembelihan dan distribusi daging kurban. Edukasi tentang syariat kurban dan pentingnya keadilan dalam pembagian harus terus digalakkan. 

Pengawasan yang ketat dan transparansi dalam setiap tahap proses kurban juga harus diperkuat. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa semangat gotong royong dalam Idul Adha benar-benar tercermin dalam praktik yang adil dan sesuai syariat.

Cara pembagian daging kurban menurut syariat

Daging kurban yang siap dibagikan setelah ditimbang dengan adil. (foto Akbar Pitopang)
Daging kurban yang siap dibagikan setelah ditimbang dengan adil. (foto Akbar Pitopang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun